Masih ingat dengan istilah "adaptasi kebiasaan baru" saat pandemi menghampiri kita pada 2020? Beberapa bulan kemudian Kemendikbudristek mengalami transisi kepemimpinan, dari Muhadjir Effendi ke Nadiem Makarim. Kemendikbudristek pun beradaptasi. Bukan sebuah kebetulan Mendikbudristek yang baru adalah seorang technopreneur dari salah satu unicorn terbesar di Indonesia. Belakangan saya baru mendapat benang merahnya di acara Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024. Tema acara GSVI 2024 di Bali, "Menavigasi Transformasi Pendidikan," sangat relevan. Di acara ini para partisipan, termasuk saya, saling belajar untuk memahami bagaimana perubahan digital dapat mendukung transformasi pendidikan.
Pandemi COVID-19 telah memberi tantangan bagi inovasi pendidikan Indonesia. Adanya pembatasan interaksi di luar rumah memicu pembelajaran jarak jauh, dengan teknologi digital memainkan peran penting. Seperti UNESCO yang menginisiasi Gateways Study Visit, Nadiem Makarim pun percaya bahwa banyak yang bisa dilakukan untuk membangun platform dan aplikasi untuk meningkatkan pendidikan.
Kemendikbudristek RI telah mengambil langkah strategis dalam rangka menunjukkan komitmennya dengan mengoptimalkan teknologi bagi pendidikan. Di GSVI 2024 Nadiem Makarim mengatakan fondasi utama untuk memulai langkah pengembangan teknologi adalah dengan memiliki visi bersama antara pembuat kebijakan dan pengembang teknologi agar produk yang dihasilkan lebih efektif. Yudhistira, kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) menyampaikan dalam forum ini, ada 2 langkah awal yang telah dilakukan untuk menyelaraskan teknologi dan intervensi kebijakan. Yang pertama, menjadikannya resmi dalam dokumen perencanaan dengan menetapkan Objective Key Result (OKR) yang terintegrasi antara tim Kementrian dan teknologi. Berikutnya, merekrut tim teknologi yang visinya sejalan dan menempatkan mereka secara strategis di Kementerian. Tak hanya kedua langkah tersebut, kolaborasi lintas direktorat diperlukan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu teknologi yang menawarkan solusi kebutuhan pengguna.
Bukan teknologi yang paling canggih yang dipilih, namun teknologi yang paling tepat guna, sehingga diperlukan pemahaman terhadap kebutuhan pengguna. Untuk tujuan tersebut, co-designing dilakukan dalam proses pengembangan teknologi sehingga pihak pengembang dapat memahami gambaran besar dan ekosistemnya. Pendekatan yang dilakukan bukan lagi tersentralisasi (top-down) namun desentralisasi (bottom-up). Yudhistira mengatakan, “Ekosistem teknologi yang efektif akan sangat bergantung pada tata kelola yang kuat, retensi talenta lokal, dan rasa kepemilikan yang berkelanjutan.”
Karena menyadari adanya keterbatasan sumber daya, dalam pengembangan teknologi pun Kemendikbudristek RI telah menentukan prioritas. Dengan menimbang risiko dan manfaat, termasuk dilema penggunaan gawai bagi siswa, maka Kemendikbudristek RI tidak meletakkan teknologi di tangan peserta didik, namun di tangan para guru, kepala sekolah dan pemerintah daerah. Beberapa platform yang telah dibangun Kemdikbudristek RI dan diulas dalam GSVI 2024 antara lain:
1. Platform Merdeka Mengajar (PMM)
Pada 2019 hanya 600 ribu guru (20% dari total guru di Indonesia) yang bisa mendapat pelatihan formal dari pemerintah pusat. Pelatihan yang ada saat itu pun sifatnya berjenjang sehingga rawan terjadi distorsi informasi. PMM mampu menjawab tantangan ini dengan menyediakan akses seluas-luasnya bagi guru untuk menyimak pelatihan atau bahan ajar dari gawainya di mana pun mereka berada. Tak hanya itu, melalui platform ini, para guru juga dapat saling berbagi praktik baik dengan guru-guru lain di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Untuk mengurangi keengganan mengadopsi teknologi oleh para guru, PMM pun dirancang sebagai platform yang simpel, ringan dan mudah digunakan.
2. Rapor Pendidikan
Platform ini menyajikan 3 menu utama bagi kepala sekolah, yaitu: indikator prioritas, akar masalah dan insipirasi benahi. Sedangkan bagi pemerintah daerah, terdapat 3 menu utama untuk memetakan kebutuhan sekolah, yaitu: Ringkasan rapor pendidikan, indikator dan rekomendasi kegiatan. Rapor Pendidikan telah membantu pengguna, khususnya para sekolah dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan berdasarkan perencanaan berbasis data sehingga prioritas perbaikan bisa ditentukan. Dengan demikian pengambilan keputusan menjadi lebih efisien dan penggunaan sumber daya pun bisa lebih tepat guna.
3. ARKAS dan SIPLah
Sebagian bendahara sekolah adalah tenaga pengajar di sekolah yang sebelum era Nadiem Makarim harus menghadapi prosedur yang kompleks sehingga kadang harus lembur di luar jam kerja. ARKAS dan SIPLah hadir memenuhi kebutuhan sistem manajamen keuangan sekolah yang terintegrasi, mudah dan transparan, mulai dari tahap penganggaran, penatausahaan hingga pengadaan barang dari para pemasok yang telah lolos kualifikasi. Dampak positifnya, proses pengadaan kebutuhan sekolah menjadi lebih efektif dan efisien.
Sebagaimana proses belajar, adopsi teknologi tentunya tidak terjadi dalam semalam. Peran para Guru Penggerak sangat besar dalam proses adopsi teknologi dengan peran mereka sebagai pembawa pengaruh positif bagi sesama guru lainnya. Yang menjadi daya ungkit, atau yang disebut hockey stick gworth oleh Iwan Syahril, PhD, Dirjen Dikdasmen dalam pemaparannya, adalah ketika Kemdikbudristek RI memfasilitasi komunitas untuk berbagi pada PMM di bulan Juli 2022. Pelajaran yang dapat diambil dari PMM adalah bahwa guru dan kepala sekolah sangat antusias berbagi dan belajar dari satu sama lain. Selain itu, tidak adanya kewajiban dalam adopsi teknologi juga meningkatkan minat pengguna dari dalam diri. Dalam GSVI 2024 bahkan Erniwati, Kepala SN 066 Pekkabata, Sulawesi Barat, memberikan testimoni bahwa Rapor Pendidikan memberinya panduan bagaikan kompas dalam tiga tahun menjabat sebagai kepala sekolah. Sedangkan Kholid, Kepala Dinas Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, juga merasakan manfaat Rapor Pendidikan untuk mengurangi kompleksitas mulai dari pemetaan akar masalah hingga pencarian solusi.
Bagaimana kemajuan penggunaan teknologi dalam pendidikan? Data per September 2024 menunjukkan bahwa pengguna PMM mencapai lebih dari 4,3 juta, Rapor Pendidikan digunakan oleh lebih dari 844 ribu pengguna, sedangkan 1,5 juta pengguna telah menggunakan Kampus Merdeka, dan ARKAS lebih dari 420 ribu pengguna, serta SIPLah lebih dari 300 ribu pengguna. Semoga pemanfaatan teknologi dalam pendidikan dapat terus selaras dengan paradigma Merdeka Belajar dan penggunaannya pun terus berkesinambungan meski nantinya akan berganti kepemimpinan.
No comments:
Post a Comment