Tuesday, August 13, 2024

“Jarimu Harimaumu”: Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan Di Satuan Pendidikan

Anda tentu pernah mendengar peribahasa “mulutmu harimaum” yang bermakna bahwa perkataan dapat menyakiti orang lain. Saat ini dengan derasnya informasi, bahkan media sosial bisa diakses siapa saja, tak hanya mulut yang dapat menerkam seperti harimau, tapi juga jemari kita sebagai pengguna media sosial.

Tak seperti konten televisi yang sudah lebih terseleksi, konten informasi yang tersebar di dunia maya umumnya sangat bebas, terbuka, dan tanpa sensor. Artinya, dengan berbekal pulsa dan gawai, remaja sesungguhnya memiliki akses untuk melihat informasi apa pun, dari pornografi siber, tindak kekerasan, hingga pengaruh radikalisme.

Untuk mencegah dan memutus rantai kekerasan khususnya di satuan pendidikan serta mengoptimalkan pemanfaatan media sosial sebagai platform untuk memperkuat gerakan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek bersama Bapak Ferdiansyah, SE, MM, anggota Komisi X DPR RI, mengadakan kegiatan lokakarya dengan tema “Generasi Muda Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan di Satuan Pendidikan”. Acara yang berlangsung pada Minggu, 11 Agustus 2024 ini menghadirkan rektor Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya dan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya, antara lain Bapak Ferdiansyah (anggota komisi X DPR RI) dan beberapa pejabat dari Kemdikbudristek seperti Bapak Anang Ristanto, Ibu Ainun Chomsun dan Bapak Dede Suryaman. 

Lokakarya Kemendikbudristek dengan tema “Generasi Muda Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan di Satuan Pendidikan” bertujuan untuk mengajak peserta didik dan tenaga pendidik untuk bersinergi menjadi motor penggerak penolakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan masing-masing dan menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap bahaya penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab. Acara ini dihadiri mahasiswa-mahasiswi dari berbagai perguruan tinggi dan siswa-siswi perwakilan SMA/SMK di Tasikmalaya, serta para rektor dan guru Bimbingan Konseling.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Pak Anang Ristanto, Plh. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemdikbudristek, beliau menyatakan bahwa media sosial tentu sangat banyak manfaatnya. Namun jika tidak bijak digunakan maka media sosial berpotensi menjadi media perundungan dan kekerasan verbal. Generasi muda diharapkan bijak bermedia sosial artinya mampu memilih dan memilih informasi yang diterima. Media sosial diharapkan dapat digunakan untuk hal yang positif. 

Bapak Anang Ristanto berpesan kepada hadirin untuk melakukan sikap anti kekerasan dalam bentuk apapun karena kekerasan bukan solusi masalah. Para tenaga pendidik dan peserta didik memiliki peran untuk menciptakan lingkungan yang aman dari kekerasan, baik di dunia nyata maupun maya seperti yang sudah diamanahkan dalam Permendikbudristek no.46 tahun 2023. Beliau mengajak hadirin untuk menjadikan media sosial untuk menyebarkan kebaikan, mempererat silaturahim dan digunakan untuk berkontribusi positif untuk diri sendiri dan masyarakat. 


Keynote Speaker: Pak Ferdiansyah, SE, MM (Anggota Komisi X DPR RI)



Sebagai pembicara utama, Pak Ferdiansyah membuka dengan pemaparan beberapa hasil survei dan fakta mengenai penggunaan media sosial di Indonesia. Survei Katadata Insight Center tahun 2022 menemukan 73% masyarakat Indonesia paling banyak mencari informasi di media sosial, diikuti televisi 60,7%. Ada sebanyak 191 juta pengguna aktif media sosial, atau sekitar 70% dari populasi Indonesia. Dalam laporan Digital Civility Index (CVI) pada tahun 2020 netizen Indonesia menempati urutan terbawah dalam skor kesopanan se-Asia Tenggara. Bahkan menurut Microsoft, 50% netizen Indonesia terlibat cyberbullying. Adapun kasus kekerasan di sekolah sejak 2011 hingga 202 yang dilaporkan ke KPAI sebanyak 1060 korban, 818 pelaku. Proporsi laporan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diterima Komnas Perempuan (2015-2021) paling banyak di kampus, sebanyak 35 persen. 

Dengan banyaknya fakta kekerasan yang terjadi di media sosial, beliau memberikan tips bijak bermedia sosial.  Pertama, menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi. Kedua, selektif dalam menyebarkan informasi. Ketiga, tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik. Keempat, tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik. Kelima, bijak dalam mengatur waktu online. Keenam, jangan lupakan adanya hak cipta. Yang terakhir, berhati-hati menyebarkan data pribadi. 

Pak Ferdiansyah menyampaikan amanah Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 pasal 2 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, bahwa upaya pencegahan dan penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilaksanakan dengan prinsip: nondiskriminasi, mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, mendorong partisipasi anak, mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, mengutamakan akuntabilitas, kehati-hatian demi keberlanjutan pendidikan.

Sesi Bu Ainun Chomsun (Pegiat Media Sosial)

Dalam presentasinya, Bu Ainun mengingatkan bahwa media sosial dapat menjadi kawan, bisa juga menjadi lawan. Ia adalah alat yang bersifat netral, tergantung bagaimana penggunanya. Yang perlu dibekali dengan keterampilan adalah penggunanya. Jika penggunanya bijak, maka akan mendapat manfaat darinya. Media sosial dapat menjadi kawan baik jika kita menggunakannya sebagai sarana mengakses dan menyebarkan informasi, berinteraksi lintas generasi untuk memperluas jejaring, mengasah kreativitas untuk mengekspresikan diri, dan membuka peluang usaha dan karir. Media sosial dapat merugikan jika kita kecanduan media sosial, media penyebaran hoax, mengurangi interaksi sosial bahkan menjadi malas bergerak. 

Bu Ainun yang juga Tim Komunikasi dan Media Kemdikbudristek ini memberikan 6 tips menghindari kecanduan dan gangguan mental akibat media sosia, antara lain: Buat komitmen dengan diri sendiri, perbanyak aktivitas di dunia nyata, pelajari hal baru dan buat target, sadari kelebihan dan keterbatasan diri, evaluasi informasi yang didapat dan bila perlu mulai kebiasaan journaling untuk mengelola diri. 

Sesi Pak Dede Suryaman (Analis kebijakan ahli madya Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemdikbudristek)



Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) merupakan tanggung jawab semua pihak, baik satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat (Kemendikbudristek) untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Kemdikbudristek menunjukkan keseriusan untuk PPKS dengan payung hukum berupa Permendikbudristek no.46 tahun 2023. Dukungan implementasi kebijakan tersebut antara lain dalam bentuk MoU Kementerian dan Komnas Perempuan, Laman/LMS Ks Pembelajaran Melalui SPADA Indonesia (Dikti), penyusunan Juknis PPKS, Panduan, Modul, konten edukasi/video dan poster edukasi PPKS. Kemdikbud juga membuat Surat Edaran Dirjen Vokasi dan Dirjen Dikti Kegiatan Sosialisasi Kementerian, LLDikti, Perguruan Tinggi. Ada pula peningkatan kapasitas Satgas, PTN (100%) dan PTS (56,4%) dan percepatan pembentukan Satgas kekerasan seksual di PTS.

    Salah satu mandat Permendikbud PPKS adalah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk membentuk satgas yang memiliki tugas dan fungsi PPKS di tingkat perguruan tinggi yang berarti berada langsung di bawah pemimpin perguruan tinggi. Saat ini seluruh PTN telah membentuk Satgas PPKS dengan jumlah mencapai 1.321 orang. Sedangkan, untuk PTS jumlahnya yaitu sebanyak 1.273 orang satgas dari 147 PTS (per September 2023). Satgas PPKS dibekali dengan modul PPKS dan Buku Pedoman Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai acuan dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Di samping itu, Satgas PPKS juga akan terus mendapatkan penguatan kapasitas anggotanya guna memastikan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dengan adanya kerja sama antar komponen masyarakat, semoga kekerasan dapat terus dicegah dan ditangani dengan benar.



No comments:

Post a Comment