Friday, July 12, 2024

Transformasi Diri Setelah Menjadi Fasilitator Ibu Penggerak

Tak pernah saya sangka akan menjadi ibu yang aktif kembali ke masyarakat setelah melahirkan 4 anak. Tadinya saya ibu rumah tangga biasa yang hanya sibuk mengurus keluarga. Urusan sekolah pun sebatas menjadi pengantar dan penjemput anak-anak dan menemani mereka belajar. Dulu saya adalah ibu yang memastikan tugas sekolah mereka selesai dan mereka paham apa yang dipelajari. 

Hingga suatu hari di bulan September 2022 saya mengenal Sidina Community, mengikuti Pelatihan Ibu Penggerak Batch IX. Dari situ pola pikir saya terhadap pendidikan anak-anak mulai berubah. Seperti pendidikan Indonesia yang bertransformasi melalui Kurikulum Merdeka, pemikiran saya pun mulai bertransformasi. Pendidikan seharusnya seperti filosofi Ki Hadjar Dewantara: berpusat pada anak. Orang tua, seperti guru, menjadi fasilitator bagi proses belajar anak-anak, bukan mendikte mereka. 

Profil Pelajar Pancasila yang menjadi karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, juga kami coba kuatkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, saat anak menumpahkan minuman, saya tidak langsung memberi instruksi, namun bertanya pada si anak, “Menurutmu, apa yang perlu dilakukan?” Tindakan seperti ini diharapkan dapat melatih anak-anak untuk bernalar kritis, seperti salah satu dimensi Profil Pelajar Pancasila. 

November 2022, setelah lulus seleksi, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti Training of Trainer (ToT) Fasilitator Ibu Penggerak Sidina Community. Inilah gerbang pembuka bagi saya untuk naik kelas. Dengan sukarela menjadi Fasilitator Ibu Penggerak, saya turut andil dalam gerakan Merdeka Belajar. Fasilitator Ibu Penggerak mendapat amanah untuk melakukan sosialisasi Kurikulum Merdeka dan program-program Kemdikbud RI dengan sudut pandang sebagai orang tua. Misalnya, sosialisasi di sekolah anak-anak saya dan di sekolah-sekolah sekitar tempat tinggal mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.





Menjadi Fasilitator Ibu Penggerak artinya saya juga semakin peduli pada kegiatan di sekolah anak-anak, misalnya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Di TK si bungsu, saya bahkan menjadi guru tamu dalam kegiatan memasak gethuk untuk mengenalkan kuliner daerah lain. Dengan membuat gethuk, anak-anak juga melatih motorik halus, belajar takaran dan kemampuan fondasi lainnya yang diperlukan dalam masa transisi PAUD ke SD. 

Karena bersifat sukarela, sosialisasi yang saya lakukan sebagai Fasilitator Ibu Penggerak bukan menjalankan perintah atasan. Inisiatif saya diperlukan, termasuk dengan memperkenalkan diri kepada sekolah-sekolah dan menawarkan materi apa yang bisa saya sosialisasikan. Ada beberapa kepala sekolah yang menolak dengan dalih padatnya kegiatan, namun ada juga juga yang menyambut baik. Sekolah yang membuka pintu bagi saya biasanya juga melihat adanya keselarasan dengan program yang sekolah adakan. 

Untuk membantu memperkenalkan diri kepada masyarakat mengenai peran saya sebagai Fasilitator Ibu Penggerak, saya pun mengunggah dokumentasi kegiatan sosialisasi ke media sosial khususnya instagram. Saya juga membuat konten-konten berupa carousel dan reels untuk menjelaskan Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, saya berharap teman-teman juga dapat mengetahui bahwa Kurikulum Merdeka mengajak para orang tua untuk berpartisipasi lebih aktif dalam pendidikan Indonesia.  

Bergabung di Sidina Community sebagai Fasilitator Ibu Penggerak memperluas jejaring saya khususnya di kalangan sesama ibu. Bukan sembarang ibu, namun ibu-ibu pembelajar sepanjang hayat dan saling menginspirasi. Apalagi di Sidina Community banyak sekali webinar yang dapat diikuti dengan beraneka tema, tak hanya di bidang pendidikan. Ibarat bergaul dengan penjual parfum yang tertular wangi, saya pun tertular budaya senang belajar.  


No comments:

Post a Comment