Wednesday, October 15, 2025

Deorex: Solusi untuk Gaya Hidup Aktif

        Sebagai ibu 4 anak saya memiliki segudang kegiatan. Bukan hanya mengurus keluarga dan menjadi koordinator Fasilitator Sidina Community, tapi saya juga aktif merawat diri dengan berolahraga sekaligus mengajar kids yoga. Salah satu bentuk komitmen saya pada diri sendiri adalah mengupayakan olahraga minimal 150 menit seminggu yang mencakup latihan kekuatan, fleksibilitas dan kardio. Untuk meningkatkan kekuatan otot rangka, saya latihan beban di gym. Yoga yang saya jalani sejak 9 tahun yang lalu pun melatih fleksibilitas sekaligus kekuatan. Sedangkan olahraga lari menjadi upaya saya melatih kesehatan khususnya otot jantung dan paru. 

        Menjadi pribadi yang aktif sekaligus pegiat olahraga seperti saya, tentunya membuat saya harus bersahabat dengan keringat. Apalagi cabang olahraga yang saya sebutkan tadi memang bukan olahraga di air, sehingga keringat tak bisa dihindari. Sehingga saya perlu memastikan bahwa meski berkeringat tetapi tidak mengeluarkan bau tak sedap. Bagaimana pun bau badan memengaruhi kenyamanan pribadi sekaligus rasa percaya diri saat berinteraksi dengan banyak orang, terutama anak-anak saat mengajar kids yoga

        Selama ini saya cukup selektif dalam memilih produk perawatan tubuh, termasuk deodoran. Yang pernah saya coba jenama (brand)  untuk kategori perawatan ketiak baru berupa deodoran, yang tugasnya mengurangi bau keringat saja. Padahal saya juga perlu yang lebih efektif bukan hanya mencegah bau tapi juga merawat kulit. Sampai akhirnya saya mencoba Deorex, dan sejauh ini hasilnya cukup mengesankan.

Deorex: Lebih dari Sekadar Deodoran

        Ya, ternyata Deorex bukan deodoran biasa. Produk ini merupakan pengganti deodoran dengan teknologi canggih bernama Body Odorizer™, sebuah formula yang telah teruji secara klinis mampu:

✅ Mengatasi dan mencegah pertumbuhan bakteri penyebab bau keringat secara efektif

✅ Mengontrol keringat berlebih

✅ Memberikan perlindungan hingga 72 jam

Deorex Extra Whitening
 

        Deorex beraroma bunga yang lembut sehingga aman bagi yang tidak ingin terlalu menarik perhatian. Wanginya pun aman untuk blind buy, cocok bagi yang ingin coba-coba dengan pembelian secara daring. Jika masih ingin menambahkan parfum pun tidak akan mengacau. Varian dengan kemasan pink ini juga mengandung teknologi masking fragrance yang mampu menetralisir bau badan menyengat dalam hitungan detik. Tak hanya itu, aromanya pun memberikan sensasi pereda stress. Cocok sekali bukan bagi ibu-ibu seperti saya yang banyak kegiatan (dan kadang tekanan)? Hahaha.

        Deorex Extra Whitening memiliki 4 kandungan utama dengan berbagai manfaat untuk kulit. Kandungan yang pertama adalah niacinamide (vitamin B3). Saat kita berolahraga, kulit ternyata mengalami banyak gesekan, keringat berlebih, dan bahkan stres dari lingkungan. Nah, niacinamide dapat membantu untuk menenangkan dan memperbaiki skin barrier, mencerahkan kulit kusam di area lipatan seperti ketiak, menghambat produksi melanin, mengurangi iritasi dan kemerahan paska pencukuran dan tentunya menjaga kelembaban karena ia pun mampu menyeimbangkan produksi minyak. Selain itu, niacinamide juga dapat membantu menghaluskan tekstur kulit. 

        Selain niacinamide, Deorex varian extra whitening juga mengandung madu yang menghidrasi dan melembapkan kulit sehingga menjaga kulit tetap lembut dan mencegah kulit menjadi kering. Madu juga mengandung sifat anti-bakteri dan anti-inflamasi yang membantu meredakan peradangan, serta secara alami dan untuk mencerahkan kulit secara alami. Tak hanya itu, Deorex juga mengandung chamomile yang mengandung senyawa antioksidan yang membantu melindungi kulit dari kerusakan akibat radikal bebas dan sinar UV serta sebagai anti-inflamasi untuk meredakan iritasi. Sedangkan kandungan vitamin C (ethyl ascorbic acid) dalam produk ini diklaim dapat mencerahkan kulit secara alami dan mengurangi hiperpigmentasi sehingga kulit tampak cerah dan merata. Selain itu, vitamin C juga menutrisi dan memperbaiki kulit sehingga kulit menjadi lebih kencang dan elastis.


        Kemasan Deorex ini bukan roll on seperti deodoran pada umumnya, namun berupa spray. Teksturnya cair namun mudah meresap dan tentunya tidak berpotensi menimbulkan 'bubur ketek' (burket). Penggunaannya pun sangat berbeda dibanding jenama deodoran saya sebelumnya yang diaplikasikan setelah mandi. Deorex justru digunakan malam hari di bagian tubuh yang sudah dibersihkan. Bukan hanya di ketiak, tetapi boleh juga di bagian tubuh lain seperti punggung dan telapak kaki yang kadang juga menjadi pusat tumpukan keringat. Unik bukan? Bahkan untuk proteksi lebih, Deorex masih boleh disemprotkan lagi di pagi hari sebelum beraktivitas agar aroma tubuh tetap netral bahkan setelah sesi long run atau leg day yang biasanya banjir keringat. Kabar gembiranya lagi, Deorex tidak perlu digunakan setiap hari, tetapi 2-3 kali seminggu pun cukup. Hemat, bukan? 

        Faktor yang semakin membuat saya yakin menggunakan Deorex selain sudah sertifikasi BPOM, produk ini juga memiliki logo halal. Dengan reputasi Deorex sebagai jenama yang diproduksi PT Modiva International, perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang produk perawatan tubuh sejak 2014, kualitasnya tak perlu diragukan lagi. Bahkan Deorex meraih TOP Brand Award pada tahun 2022 hingga 2025 yang memberi pengakuan atas kepuasan dan loyalitas konsumen. Penghargaan ini menunjukkan Deorex konsisten menjadi pilihan utama di kategori antiperspirant di Indonesia, berdasarkan hasil survei Top Brand Index. Penghargaan dari Female Daily Award, Beauty Haul Award dan Sociolla di tahun 2025 pun meneguhkan keyakinan saya bahwa produk ini memang diterima dengan baik oleh banyak kalangan di Indonesia.

        Di pasaran, Deorex dibanderol dengan harga berkisar Rp60.000 untuk volume 60 ml. Kesimpulan saya, harga yang ditawarkan Deorex tersebut sangat sepadan sebagai solusi untuk tetap percaya diri meski sering berkeringat. Bagi yang mobilitasnya tinggi dan sering olahraga, keringat tetap terkendali dengan kulit yang tetap terawat. Sebagai pribadi yang aktif dan harus tetap profesional (apalagi di kelas kids yoga!), aku merasa lebih percaya diri sejak pakai Deorex.

Tertarik coba juga? Pelajari produk selengkapnya di @deorex.official ya. Kamu juga bisa cari Deorex di e-commerce favoritmu!

@deorex.official X @sidina.community
#PIPS2025
#BerawaldariKeluarga
#SidinaCommunity

Olahraga Bukan Hobi tapi Kebutuhan Sehari-hari

        Menjaga kesehatan adalah wujud rasa syukur saya sebagai makhluk ciptaan Allaah yang sudah diberi amanah jiwa dan raga. Salah satu ikhtiarnya dengan berolahraga. Namun olahraga yang saya tekuni saat ini bukan lagi dalam rangka hobi, melainkan rutinitas normal sebagai dari gaya hidup sehari-hari, selayaknya makan, minum dan tidur. Dengan cara pandang seperti ini, olahraga menjadi kebutuhan yang untuk memulainya bahkan saya tidak perlu mood yang sudah bagus. Setelah menjalani olah raga biasanya mood akan mengikuti, karena ada pelepasan hormon endorphin dan dopamin yang turut memperbaiki suasana hati. 

        Olahraga yang saya tekuni awalnya hanya yoga sejak hampir 1 dekade yang lalu. Apalagi yoga sangat praktis, bisa dilakukan di mana saja, bahkan bisa di rumah sambil mendampingi anak-anak. Bahkan 6 tahun lalu saya pun mengambil sertifikasi sebagai pengajar kids yoga dan masih aktif mengajar sampai saat ini.

        Empat tahun lalu saya mulai mencoba cabang olahraga lari, sejak mengikuti tantangan lari virtual dalam rangka kegiatan penggalangan dana di yayasan tempat saya mengajar. Sejak itu lah saya menemukan lari bisa menjadi "short escape" saya sejenak dari berbagai peran dengan cara yang menyehatkan. Ke mana pun saya berlari, toh akhirnya rumah menjadi garis finish tempat saya kembali sebagai ibu dan istri. 

        Beberapa bulan setelah menekuni lari, saya mulai menantang diri sendiri dengan mendaftar half marathon. Sejak itu saya menyadari ternyata perlu mitigasi pencegahan cedera bukan hanya dengan latihan lari untuk kardio dan yoga untuk fleksibilitas, tetapi juga perlu latihan kekuatan dengan beban di gym. Dengan demikian menu latihan saya pun semakin lengkap, bukan hanya untuk kekuatan otot jantung tapi juga fleksibilitas dan kekuatan otot rangka. 

        Ternyata mengasyikkan menjalani olahraga dengan tantangan secara bertahap seperti ini karena menjadi ajang pembelajaran bagi diri sendiri, bukan hanya secara fisik tapi juga mental. Saya terus tumbuh dengan ilmu dan keterampilan baru yang bukan sekadar teori tapi sekaligus saya praktekkan sendiri. Dengan demikian olahraga bukan lagi sebagai hobi namun menjadi kebutuhan sehari-hari agar tak hanya sehat tetapi juga selalu bertumbuh. 

        Kebiasaan baik pun menular ke suami yang tadinya tak pernah berolahraga jadi ikutan suka lari. Anak-anak juga kami bebaskan memilih olahraga kesukaan mereka sendiri. Ada yang suka futsal, memilih bela diri, namun yang wajib tentu saja berenang sebagai salah satu survival skill. Kami berharap bisa terus menjadi teladan bagi anak-anak termasuk dalam hal berolahraga sebagai gaya hidup sehat sehari-hari.

Tuesday, October 8, 2024

Kolaborasi Implementasi Pendidikan Perubahan Iklim dalam Kurikulum Merdeka

        Cuaca panas ekstrem yang kita rasakan akhir-akhir ini bukan tanpa sebab. Peningkatan suhu bumi diduga sebagai tanda adanya perubahan iklim secara global. Perubahan iklim adalah pergeseran jangka panjang suhu rata-rata bumi dan kondisi cuaca. Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan industrialisasi yang dilakukan manusia. Dampaknya tentu tidak bisa dianggap remeh karena dapat mengancam kelestarian keanekaragaman hayati termasuk manusia itu sendiri.  

        Dalam rangka merespon isu Perubahan Iklim ini, Kemendikbudristek RI telah mengambil langkah nyata. Melalui Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek RI menerbitkan Panduan Pendidikan Perubahan Iklim. Panduan ini merupakan bagian penting dalam Kurikulum Merdeka yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi sekolah, guru, orang tua, dan seluruh pemangku kepentingan untuk melaksanakan pendidikan yang ramah lingkungan. Mengingat filosofi Kurikulum Merdeka tentang membangun manusia merdeka yang dapat bersandar atas kekuatannya sendiri, maka perubahan iklim pun perlu disikapi dengan adanya aksi bersama di level global maupun lokal, termasuk di tingkat satuan pendidikan. 

        Dengan adanya Pendidikan Perubahan Iklim, diharapkan peserta didik dapat dipersiapkan untuk menjadi generasi yang berketahanan terhadap dampak krisis iklim sekaligus berkontribusi dalam menurunkan emisi, serta turut menjadi solusi dalam isu lingkungan di sekitarnya. Tujuan Pendidikan Perubahan Iklim dalam Kurikulum Merdeka termasuk untuk mendukung Indonesia dalam memanfaatkan kesempatan ekonomi hijau, yaitu pertumbuhan ekonomi yang lestari dan rendah karbon, mewujudukan potensi solusi iklim berbasis alam, kesempatan pekerjaan hijau dalam transisi karbon dan pondasi bagi pengembangan keterampilan hijau. 

        Pendidikan Perubahan Iklim dalam Kurikulum Merdeka diimplementasikan dengan prinsip dan pendekatan “RAMAH”, yang merupakan kependekan dari Relevan, Afektif, Merujuk Pengetahuan, Aksi Nyata dan Holistik. Dengan prinsip relevan, Pendidikan Perubahan Iklim disampaikan dengan memberikan pemahaman global, namun diterapkan sesuai keunikan konteks krisis iklim di daerah satuan pendidikan. Pendekatan afektif artinya Pendidikan Perubahan Iklim diharapkan bisa menginspirasi untuk mengambil peran aktif dengan menyentuh perasaan/emosi, menumbuhkan empati, membangun nilai dan etika. Pendidikan Perubahan Iklim sepatutnya merujuk pengetahuan, yaitu menggunakan data illmiah, informasi teknologi, kearifan lokal, bahkan informasi yang berasal dari alam sekitar. Output Pendidikan Perubahan Iklim tentunya diharapkan menjadi aksi nyata untuk memecahkan permasalahan krisis iklim di lingkungan satuan pendidikan. Dengan adanya pendekatan holistik, isu Perubahan Iklim dapat dipelajari dalam berbagai mata pelajaran bahkan menjadi bagian dari intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, bahkan budaya sekolah.      

        Buku Panduan Pendidikan Perubahan Iklim yang telah diluncurkan Kemendikbudristek RI sebagai alat bantu implementasi tentunya tidak menambah beban baru di luar Kurikulum Merdeka, namun melengkapi praktik baik yang sudah berjalan. Satuan Pendidikan juga diberi keleluasaan untuk memakai sumber daya yang sudah ada. Penerapannya pun tidak hanya menggantungkan pada tenaga pendidik, tetapi melibatkan seluruh pemangku kepentingan, yaitu tenaga pendidik, peserta didik, masyarakat sekitar, pemerintah daerah, bahkan orang tua.

        Orang tua perlu mendukung Pendidikan Perubahan Iklim sesuai amanah Ki Hadjar Dewantara, yaitu pendidikan berpusat bukan hanya di sekolah dan masyarakat, tetapi juga dalam keluarga. Langkah nyata kolaborasi satuan pendidikan dengan orang tua yang dapat dilakukan antara lain: 

1. Berangkat dari konteks lokal: apa tantangan iklim di sekitar saya? 

Contohnya di Bandung, kota tempat tinggal kami, sempat terjadi penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hingga menyebabkan kebakaran. Dampaknya, petugas sampah tak mampu membuang sampah ke TPA hingga akhirnya sampah-sampah pun berserakan di pinggir jalan. 

2. Memberikan paparan informasi yang benar dengan mengaitkan pada konteks lokal

Di sekolah anak kami pada semester lalu dilakukan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema “Gaya Hidup Berkelanjutan”. Pada kegiatan tersebut dilakukan pengenalan terhadap jenis-jenis sampah dan peran bank sampah di sekitar Bandung dalam pengelolaan sampah.

3. Membangun kebiasaan ramah lingkungan

Dalam rangka mengurangi sampah, murid-murid di sekolah anak kami diwajibkan membawa sendiri air mineral dari rumah dengan menggunakan botol minum. Selain itu, murid-murid juga diminta memilah sampah tak hanya di sekolah tetapi juga di rumah.    

4. Memotivasi anak untuk konsisten melakukan aksi mitigasi dan adaptasi

Bukan hanya memilah sampah, murid-murid juga diminta menanam tumbuhan di rumah. Orang tua berperan untuk mendampingi anaknya dalam merawat tumbuhan tersebut dan mencatat perkembangannya. 

5. Melakukan aksi kolektif bersama anak dan mengampanyekan ke lingkungan sekitar

Di akhir semester, sekolah anak kami menyelenggarakan Expo P5. Pada acara tersebut orang tua diundang ke sekolah untuk mendengar presentasi dan penampilan anak-anaknya seputar “Gaya Hidup Berkelanjutan”. Melalui acara ini, orang tua juga diajak turut berkontribusi dalam aksi nyata bersama anak-anaknya. 

 

 

Dokumentasi Expo P5 di SDIT Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bandung

 

        Pendidikan Perubahan Iklim yang diperoleh anak-anak kami di sekolah menular di rumah. Sejak mengenal jenis-jenis sampah, kami sekeluarga menjadi lebih serius dalam mengelola sampah. Praktik baik yang kami lakukan antara lain memilah sampah berdasarkan jenis-jenisnya: Sampah organik kami masukkan ke compost bag, sedangkan sampah anorganik kami pilah berdasarkan kategorinya, lalu jika sudah terkumpul kami setorkan ke Bank Sampah atau kami berikan kepada pemulung untuk didaur ulang. 

        Perubahan Iklim tentunya perlu disikapi dengan bijak oleh seluruh komponen masyarakat, termasuk anak-anak. Mengutip pernyataan Kepala BSKAP, Pak Anindito Aditomo, “Kesadaran yang dibangun sejak dini akan membantu anak-anak menjadi agen perubahan dalam merespons krisis iklim yang mereka hadapi di masa depan.” Sehingga pendidikan sejak dini penting dalam meningkatkan pemahaman anak-anak tentang isu perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Mari wujudkan Pendidikan Perubahan Iklim sebagai gerakan bersama untuk generasi hari ini dan yang akan datang!

Referensi: https://kurikulum.kemdikbud.go.id/file/1724727813_manage_file.pdf

 

 

Di GSVI 2024 Dunia Menjadi Saksi Penyelarasan Teknologi dalam Transformasi Pendidikan Indonesia

             Masih ingat dengan istilah "adaptasi kebiasaan baru" saat pandemi menghampiri kita pada 2020? Beberapa bulan kemudian Kemendikbudristek mengalami transisi kepemimpinan, dari Muhadjir Effendi ke Nadiem Makarim. Kemendikbudristek pun beradaptasi. Bukan sebuah kebetulan Mendikbudristek yang baru adalah seorang technopreneur dari salah satu unicorn terbesar di Indonesia. Belakangan saya baru mendapat benang merahnya di acara Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024. Tema acara GSVI 2024 di Bali, "Menavigasi Transformasi Pendidikan," sangat relevan. Di acara ini para partisipan, termasuk saya, saling belajar untuk memahami bagaimana perubahan digital dapat mendukung transformasi pendidikan. 

Nadiem Makarim, Mendikbudristek RI 
di GSVI 2024

            Pandemi COVID-19 telah memberi tantangan bagi inovasi pendidikan Indonesia. Adanya pembatasan interaksi di luar rumah memicu pembelajaran jarak jauh, dengan teknologi digital memainkan peran penting. Seperti UNESCO yang menginisiasi Gateways Study Visit, Nadiem Makarim pun percaya bahwa banyak yang bisa dilakukan untuk membangun platform dan aplikasi untuk meningkatkan pendidikan.

            Kemendikbudristek RI telah mengambil langkah strategis dalam rangka menunjukkan komitmennya dengan mengoptimalkan teknologi bagi pendidikan. Di GSVI 2024 Nadiem Makarim mengatakan fondasi utama untuk memulai langkah pengembangan teknologi adalah dengan memiliki visi bersama antara pembuat kebijakan dan pengembang teknologi agar produk yang dihasilkan lebih efektif. Yudhistira, kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) menyampaikan dalam forum ini, ada 2 langkah awal yang telah dilakukan untuk menyelaraskan teknologi dan intervensi kebijakan. Yang pertama, menjadikannya resmi dalam dokumen perencanaan dengan menetapkan Objective Key Result (OKR) yang terintegrasi antara tim Kementrian dan teknologi. Berikutnya, merekrut tim teknologi yang visinya sejalan dan menempatkan mereka secara strategis di Kementerian. Tak hanya kedua langkah tersebut, kolaborasi lintas direktorat diperlukan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu teknologi yang menawarkan solusi kebutuhan pengguna.  


            Bukan teknologi yang paling canggih yang dipilih, namun teknologi yang paling tepat guna, sehingga diperlukan pemahaman terhadap kebutuhan pengguna. Untuk tujuan tersebut, co-designing dilakukan dalam proses pengembangan teknologi sehingga pihak pengembang dapat memahami gambaran besar dan ekosistemnya. Pendekatan yang dilakukan bukan lagi tersentralisasi (top-down) namun desentralisasi (bottom-up). Yudhistira mengatakan, “Ekosistem teknologi yang efektif akan sangat bergantung pada tata kelola yang kuat, retensi talenta lokal, dan rasa kepemilikan yang berkelanjutan.”

            Karena menyadari adanya keterbatasan sumber daya, dalam pengembangan teknologi pun Kemendikbudristek RI telah menentukan prioritas. Dengan menimbang risiko dan manfaat, termasuk dilema penggunaan gawai bagi siswa, maka Kemendikbudristek RI tidak meletakkan teknologi di tangan peserta didik, namun di tangan para guru, kepala sekolah dan pemerintah daerah. Beberapa platform yang telah dibangun Kemdikbudristek RI dan diulas dalam GSVI 2024 antara lain:

1. Platform Merdeka Mengajar (PMM)

        Pada 2019 hanya 600 ribu guru (20% dari total guru di Indonesia) yang bisa mendapat pelatihan formal dari pemerintah pusat. Pelatihan yang ada saat itu pun sifatnya berjenjang sehingga rawan terjadi distorsi informasi. PMM mampu menjawab tantangan ini dengan menyediakan akses seluas-luasnya bagi guru untuk menyimak pelatihan atau bahan ajar dari gawainya di mana pun mereka berada. Tak hanya itu, melalui platform ini, para guru juga dapat saling berbagi praktik baik dengan guru-guru lain di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Untuk mengurangi keengganan mengadopsi teknologi oleh para guru, PMM pun dirancang sebagai platform yang simpel, ringan dan mudah digunakan.

2. Rapor Pendidikan

        Platform ini menyajikan 3 menu utama bagi kepala sekolah, yaitu: indikator prioritas, akar masalah dan insipirasi benahi. Sedangkan bagi pemerintah daerah, terdapat 3 menu utama untuk memetakan kebutuhan sekolah, yaitu: Ringkasan rapor pendidikan, indikator dan rekomendasi kegiatan. Rapor Pendidikan telah membantu pengguna, khususnya para sekolah dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pendidikan berdasarkan perencanaan berbasis data sehingga prioritas perbaikan bisa ditentukan. Dengan demikian pengambilan keputusan menjadi lebih efisien dan penggunaan sumber daya pun bisa lebih tepat guna. 

3. ARKAS dan SIPLah

        Sebagian bendahara sekolah adalah tenaga pengajar di sekolah yang sebelum era Nadiem Makarim harus menghadapi prosedur yang kompleks sehingga kadang harus lembur di luar jam kerja. ARKAS dan SIPLah hadir memenuhi kebutuhan sistem manajamen keuangan sekolah yang terintegrasi, mudah dan transparan, mulai dari tahap penganggaran, penatausahaan hingga pengadaan barang dari para pemasok yang telah lolos kualifikasi. Dampak positifnya, proses pengadaan kebutuhan sekolah menjadi lebih efektif dan efisien. 

        

Salah satu halaman presentasi Iwan Syahril, PhD, Dirjen Dikdasmen
dalam GSVI 2024

        Sebagaimana proses belajar, adopsi teknologi tentunya tidak terjadi dalam semalam. Peran para Guru Penggerak sangat besar dalam proses adopsi teknologi dengan peran mereka sebagai pembawa pengaruh positif bagi sesama guru lainnya. Yang menjadi daya ungkit, atau yang disebut hockey stick gworth oleh Iwan Syahril, PhD, Dirjen Dikdasmen dalam pemaparannya, adalah ketika Kemdikbudristek RI memfasilitasi komunitas untuk berbagi pada PMM di bulan Juli 2022. Pelajaran yang dapat diambil dari PMM adalah bahwa guru dan kepala sekolah sangat antusias berbagi dan belajar dari satu sama lain. Selain itu, tidak adanya kewajiban dalam adopsi teknologi juga meningkatkan minat pengguna dari dalam diri. Dalam GSVI 2024 bahkan Erniwati, Kepala SN 066 Pekkabata, Sulawesi Barat, memberikan testimoni bahwa Rapor Pendidikan memberinya panduan bagaikan kompas dalam tiga tahun menjabat sebagai kepala sekolah. Sedangkan Kholid, Kepala Dinas Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, juga merasakan manfaat Rapor Pendidikan untuk mengurangi kompleksitas mulai dari pemetaan akar masalah hingga pencarian solusi. 

        Bagaimana kemajuan penggunaan teknologi dalam pendidikan? Data per September 2024 menunjukkan bahwa pengguna PMM mencapai lebih dari 4,3 juta, Rapor Pendidikan digunakan oleh lebih dari 844 ribu pengguna, sedangkan 1,5 juta pengguna telah menggunakan Kampus Merdeka, dan ARKAS lebih dari 420 ribu pengguna, serta SIPLah lebih dari 300 ribu pengguna. Semoga pemanfaatan teknologi dalam pendidikan dapat terus selaras dengan paradigma Merdeka Belajar dan penggunaannya pun terus berkesinambungan meski nantinya akan berganti kepemimpinan.  


#GatewaysStudyVisitIndonesia2024

Saturday, October 5, 2024

Gateways Study Visit Indonesia 2024: Mengapa Indonesia Menjadi Tuan Rumahnya?

            Awalnya kaget sih Indonesia bisa jadi tuan rumah Gateways Study Visit setelah sebelumnya Indonesia belajar terus dari negara lain mengenai sistem pendidikan. Sebagai informasi, Gateways Study Visit rutin diadakan oleh UNICEF dan UNESCO dengan tujuan untuk menjadi forum berbagi praktik baik pendidikan dari negara-negara partisipan, khususnya negara yang menjadi tuan rumah. Satu per satu pertanyaan “kok bisaaa???” di kepala saya terjawab saat saya berkesempatan menghadiri Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 pada 1-3 Oktober 2024 lalu di Sanur, Bali.

            Mengapa delegasi 20 negara dan 9 organisasi Internasional belajar dari Indonesia? Apa istimewanya sehingga UNICEF dan UNESCO tahun ini memilih Indonesia sebagai tuan rumah? Alasannya tentu karena Indonesia sebagai negara kepulauan dengan skala besar dan kompleksitas tinggi telah menerapkan kebijakan pendidikan melalui strategi inovasi digital dan teknologi untuk mengakselerasi transformasi pendidikan. Indonesia juga mampu memulihkan diri paska pandemi setelah mengalami tantangan hilangnya pembelajaran (learning loss). 

            GSVI 2024 mengambil tema “Beyond Tech Intervention: Navigating Indonesia’s Education Transformation”. Tema ini merangkum upaya sistematis Indonesia untuk mengubah proses pembelajaran. Indonesia mengalami pergeseran paradigma baru dengan teknologi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam strategi untuk mengubah sistem pendidikan.

            Pada acara ini terdapat serangkaian sesi Deep Dive dari berbagai narasumber terkait yang memberikan penjelasan tentang perjalanan Indonesia dalam memulai transformasi digital yang terbesar dalam sejarah pendidikan Indonesia. Dibuka dengan pemaparan dari Bapak Iwan Syahril, PhD, Dirjen Dikdasmen dengan tema “PreK-12 Tech Ecosystem: Empowering Educational Actors and Revolutionizing Learning Culture”. Pesan penting Pak Iwan yang membekas di hati saya salah satunya adalah bahwa "Guru seperti petani, murid layaknya benih." Guru harus melihat benih seperti apa yg ditumbuhkan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing "benih"nya: benih mangga tidak dapat diperlakukan sama dengan benih kaktus. Begitu pula dengan siswa yang tidak bisa selalu dididik dengan cara dan materi yang sama. Oleh karena itu guru dan siswa perlu sama-sama belajar untuk meningkatkan kapasitas sesuai potensinya masing-masing. Hal ini tentunya juga berlaku di rumah: orang tua dan anak bisa menjadi guru sekaligus murid yang belajar bersama. 

Nadiem Makarim, Mendikbudristek RI dalam GSVI 2024

            Merdeka Belajar diinisiasi Mas Mentri Nadiem Makarim sebagai sebuah gerakan, bukan sekadar kebijakan pemerintah. Artinya, Merdeka Belajar menjadi upaya kolaboratif seluruh pihak yang berkepentingan: murid, guru, kepala sekolah, pemerintah daerah, seluruh komponen masyarakat termasuk orang tua. Sekolah menjadi lingkungan belajar yang menumbuhkan pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan sesuai nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, istilah "Merdeka Belajar" kurang tepat jika diterjemahkan ke dalam bahasa inggris sebagai "independent learning", namun lebih pas "emansipated learning" seperti yang disampaikan di forum GSVI 2024 mengingat semangat yang diusung adalah pendidikan yang sesuai dengan minat dan bakat anak-anak, dengan pendidik sebagai penuntun.

            Dengan keterbatasan anggaran dan waktu, Kemendikbudristek tentu tidak mungkin berfokus menyelesaikan seluruh masalah pendidikan dalam satu waktu. Sehingga dalam rangka mengurutkan sesuai prioritas, Kemendikbudristek telah melaksanakan 26 episode Merdeka Belajar secara bertahap. Menariknya, ternyata menurut Dr. Itje Chodidjah, M.A, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO yang juga menjadi moderator dalam salah satu sesi Deep Dive, 26 episode Merdeka Belajar sejalan dengan 5 Thematic Action Track yang diamanatkan UNESCO, misalnya sekolah inklusif, setara, aman dan sehat.

Penulis berfoto bersama Dr. Itje Chodidjah, MA

            Untuk memampukan terlaksananya episode-episode Merdeka Belajar, Kemendikbudristek telah mengubah secara radikal pendekatannya untuk teknologi. Upaya ini dilakukan dalam rangka menyediakan solusi teknologi yang paling relevan dan sesuai dengan kebutuhan pengguna yang terlibat dalam Merdeka Belajar. Lagi-lagi hal ini selaras dengan Thematic Action Track UNESCO yang eempat, yaitu pembelajaran dan transformasi digital. Tujuan Kemdikbudristek RI dalam memanfaat teknologi adalah untuk meningkatkan kualitas layanan sekolah, yang bertujuan memberdayakan siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Sehingga seperti yang disampaikan Mas Mentri pada pidatonya di hari kedua, teknologi dibangun sebagai pemampu, bukan pengganti. Artinya, intervensi teknologi diharapkan dapat mengeluarkan potensi dan dukungan setiap manusia dengan peran mereka masing-masing, bukan menggantikan peran mereka. Platform Merdeka Mengajar (PMM) salah satunya yang telah memungkinkan para guru untuk meningkatkan keterampilan diri mereka sendiri, dengan bahan ajar yang mudah diakses dan mereka pun bisa berbagi praktik terbaik serta saling mengispirasi guru-guru lainnya dari berbagai daerah Indonesia.

            Ketua Gateways Study Visit dari UNICEF, Frank Van Capelle, mengagumi ternyata di Indonesia teknologi bukan diletakkan di depan dan berhadapan langsung dengan murid sebagai pengguna seperti yang ia kira sebelumnya. Namun teknologi menjadi "latar belakang" dengan guru, kepala sekolah serta pemangku kepentingan (stakeholders) sebagai pengguna agar kualitas layanan meningkat. Platform dibangun dengan berorientasi pada pengguna, sehingga proses pembangunannya bottom-up, bukan top-down. Sebagai bagian dari ekosistem, teknologi tentu saja takkan bisa berhasil tanpa gotong royong dan kolaborasi antar komponen masyarakat. Bagaimana kehebatan teknologi yang telah diterapkan sehingga mampu mengoptimalkan Merdeka Belajar? Bisa disimak ulasan yang lebih mendalam di unggahan saya berikutnya ya.


Sunday, August 25, 2024

Bersama Berbenah Sebelum Keanekaragaman Hayati Benar-benar Punah

            "Apakah kita menganggap alam hanya sebagai gudang yang bisa dirampok demi keuntungan langsung manusia?” pertanyaan menohok ini pernah disampaikan seorang ekonom Amerika sekaligus aktivis perdamaian dunia, Kenneth E. Boulding pada 1958. Pertanyaan ini masih relevan hingga saat ini bagi manusia. Apakah manusia masih bertanggung jawab untuk memelihara keseimbangan yang baik di alam, untuk melestarikan keanekaragaman hayati, atau bahkan untuk kelangsungan rasnya sendiri untuk jangka waktu selama mungkin? 

Keanekaragaman hayati di planet bumi terdiri dari sekitar 8,7 juta spesies dari plankton laut hingga mamalia darat dan laut. Itu semua telah terbentuk selama miliaran tahun dan saling menjadi sistem penunjang kehidupan spesies lainnya dengan keunikannya masing-masing. Keanekaragaman hayati adalah sistem pendukung kehidupan planet kita, termasuk manusia di dalamnya. Kita bergantung padanya untuk bertahan hidup dengan makanan, energi, obat-obatan, air bersih, pengendalian hama, dan banyak hal lainnya. Lebih jauh lagi, manusia bahkan memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk keperluan spiritual, ekonomi, hingga industri seperti pariwisata, pertanian, dan farmasi. Keberadaannya bahkan turut serta mempengaruhi identitas budaya. 

Pada kenyataannya, keanekaragaman hayati saat ini sangat memprihatinkan, bahkan terancam punah karena aktivitas manusia dan perubahan iklim. Laporan dari Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) menunjukkan penurunan alam secara global dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia. Spesies punah 1.000 hingga 10.000 kali lebih cepat dari biasanya. WWF bahkan melaporkan populasi satwa liar global menurun rata-rata 69% sejak 1970 dengan lebih dari 150.300 spesies terdaftar di Daftar Merah IUCN, dan 42.100 di antaranya terancam punah.

Perubahan lingkungan mengancam keberlangsungan banyak spesies, salah satunya akibat perubahan iklim. Laporan IPBES mencatat bahwa emisi gas rumah kaca telah meningkat dua kali lipat sejak 1980. Hal ini menyebabkan suhu global naik setidaknya 0,7 derajat Celsius. Dengan demikian dampak perubahan iklim akan terus meningkat. 

Tak hanya akibat perubahan iklim, kerusakan lingkungan menunjukkan dampak besar dari aktivitas manusia. Aktivitas ekonomi mendorong manusia untuk merusak lingkungan, misalnya penebangan hutan untuk membuka lahan industri atau pemukiman. Tentu saja hal ini berdampak buruk bagi kerusakan habitat banyak spesies yang turut mengganggu proses ekosistem. Penangkapan ikan berlebihan dan eksploitasi laut diperburuk dengan adanya pencemaran oleh limbah plastik juga turut mengancam ekosistem laut. Penggunaan bahan bakar fosil mencemari dan merusak habitat keragaman hayati di lautan pula. 

Bak lingkaran setan, di sisi lain ancaman kepunahan keanekaragaman hayati juga dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia di seluruh dunia. Kesehatan ekosistem yang semakin memburuk dapat berdampak bagi kegiatan perekonomian, mata pencaharian, keamanan pangan dan kesehatan. Bayangkan saja, jika semakin banyak ikan di lautan yang tercemar limbah akibat ulah manusia sendiri, lalu ikan tersebut terhidang di atas meja, manusia sendiri yang terkena dampaknya, bukan? 

Belum terlambat untuk berbenah sebelum keanekaragaman hayati benar-benar punah. Untuk memelihara lingkungan sangat diperlukan manajemen terintegrasi dan partisipasi seluruh komponen masyarakat. Perubahan transformatif yang melibatkan ekonomi, sosial, politik, dan teknologi penting untuk mencapai tujuan tersebut. Kerja sama internasional mutlak diperlukan dalam upaya pelestarian lingkungan, dengan menerapkan perjanjian global untuk mengatasi polusi, seperti Perjanjian Plastik Global. Perlindungan keanekaragaman hayati dengan kerja sama internasional melalui Konvensi Keanekaragaman Hayati tentu juga bermanfaat. Upaya memperbaiki keadaan seperti yang telah disebutkan tadi perlu kita mulai sekarang melalui perubahan transformatif di semua tingkat, dari lokal hingga global. 

Di Indonesia, pemerintah telah mengelola perlindungan spesies langka berupa cagar alam dan suaka margasatwa. Misalnya suaka margasatwa Sikindur/Langkat di Sumatera Utara yang melindungi gajah, orangutan dan macan. Masyarakat adat dan komunitas pun turut berperan dengan mengelola Area Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM). Ekosistem penting di daratan dan/atau di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keanekaragaman hayati, jasa ekologis dan nilai-nilai budaya yang dilindungi masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal dan dikelola berdasarkan suatu sistem kebiasaan, kesepakatan, hukum adat dan/atau kearifan lokal yang berlaku di masyarakat. Contoh AKKM di Indonesia yaitu AKKM Danau Bagantung di Kalimantan Tengah yang menjadi sumber penghidupan dan mata pencaharian, koridor satwa dan gambut. Ada pula AKKM Tana’ Ulen di Kalimantan Utara, Borong Karamaka di Sulawesi Selatan, Lubuk Larangan di Riau, Leuweung Titipan di Banten, Alas Mertajati dan Danau Tamblingan, Kampung Segha di Papua dan Sasi di Maluku.

Tak hanya upaya konservasi alam, pemerintah juga melakukan pengawalan ketat terhadap pelaku ekonomi dalam mendukung praktik ramah lingkungan. Pemerintah Indonesia sedang menerapkan prinsip Circular Economy (ekonomi sirkular) di berbagai aspek untuk menggantikan prinsip Linear Economy. Prinsip ekonomi sirkular adalah sistem ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan daya saing industri dan berkontribusi pada Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan SDGs nomor 12 mengenai Konsumsi Dan Produksi Yang Bertanggung Jawab. 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI bahkan telah mengintegrasikan pembelajaran lingkungan hidup ke dalam Kurikulum Merdeka. Upaya ini menjadi salah satu cara meningkatkan kapasitas warga satuan pendidikan dan menggerakkan berbagai pemangku kepentingan untuk menindaklanjuti isu perubahan iklim. Dalam kurikulum intrakurikuler isu lingkungan hidup telah dimasukkan ke dalam Capaian Pembelajaran di mata pelajaran yang relevan seperti IPA, Biologi, Geografi, dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan untuk kokurikuler, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang penyampaiannya dikemas dalam tema-tema, salah satunya mengangkat tema “Gaya Hidup Berkelanjutan”. 



Ilustrasi foto: Kegiatan Expo P5 dengan tema “Gaya Hidup Berkelanjutan”di SDIT Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bandung


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga telah mencanangkan Target Indonesia Bersih Sampah 2025 melalui pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025. Program ini sesuai amanah Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (JAKSTRANAS). Permasalahan sampah dapat turut mengancam kerusakan lingkungan dengan gas metana yang dihasilkan sehingga harus diselesaikan dari sumbernya yaitu di tingkat rumah tangga. Tiap anggota keluarga dapat melakukan 3 R dalam pengelolaan sampah: reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang). Sampah yang terpilah akan lebih mudah dikelola, sehingga akan ramah lingkungan dan berpotensi memiliki nilai ekonomi.

 Selain bertanggung jawab dalam mengelola sampahnya, tiap keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat juga bisa berupaya dengan mengendalikan pola konsumsi sehari-hari. Dengan mengonsumsi bahan pangan berbasis lokal, jejak karbon dapat dikurangi. Selain itu, peningkatan permintaan untuk pangan organik dari konsumen tentunya meningkatkan kesadaran produsen untuk tidak menggunakan pestisida yang merusak ekosistem.             Keluarga kami pun masih terus belajar dalam pengelolaan sampah. Selain berusaha membawa botol minum setiap bepergian untuk mengurangi sampah, kami juga menyetorkan sampah-sampah anorganik yang telah terpilah sesuai kategorinya ke bank sampah induk kota Bandung. Sedangkan sampah organik sisa pengolahan di dapur kami masukkan ke compost bag yang hasil penguraiannya kami kembalikan lagi ke tanah sebagai pupuk kompos. Semoga dengan upaya yang dilakukan di setiap keluarga dapat berdampak besar bagi kelangsungan hidup banyak spesies di planet bumi.


Tuesday, August 13, 2024

“Jarimu Harimaumu”: Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan Di Satuan Pendidikan

Anda tentu pernah mendengar peribahasa “mulutmu harimaum” yang bermakna bahwa perkataan dapat menyakiti orang lain. Saat ini dengan derasnya informasi, bahkan media sosial bisa diakses siapa saja, tak hanya mulut yang dapat menerkam seperti harimau, tapi juga jemari kita sebagai pengguna media sosial.

Tak seperti konten televisi yang sudah lebih terseleksi, konten informasi yang tersebar di dunia maya umumnya sangat bebas, terbuka, dan tanpa sensor. Artinya, dengan berbekal pulsa dan gawai, remaja sesungguhnya memiliki akses untuk melihat informasi apa pun, dari pornografi siber, tindak kekerasan, hingga pengaruh radikalisme.

Untuk mencegah dan memutus rantai kekerasan khususnya di satuan pendidikan serta mengoptimalkan pemanfaatan media sosial sebagai platform untuk memperkuat gerakan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek bersama Bapak Ferdiansyah, SE, MM, anggota Komisi X DPR RI, mengadakan kegiatan lokakarya dengan tema “Generasi Muda Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan di Satuan Pendidikan”. Acara yang berlangsung pada Minggu, 11 Agustus 2024 ini menghadirkan rektor Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya dan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya, antara lain Bapak Ferdiansyah (anggota komisi X DPR RI) dan beberapa pejabat dari Kemdikbudristek seperti Bapak Anang Ristanto, Ibu Ainun Chomsun dan Bapak Dede Suryaman. 

Lokakarya Kemendikbudristek dengan tema “Generasi Muda Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan di Satuan Pendidikan” bertujuan untuk mengajak peserta didik dan tenaga pendidik untuk bersinergi menjadi motor penggerak penolakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan masing-masing dan menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap bahaya penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab. Acara ini dihadiri mahasiswa-mahasiswi dari berbagai perguruan tinggi dan siswa-siswi perwakilan SMA/SMK di Tasikmalaya, serta para rektor dan guru Bimbingan Konseling.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Pak Anang Ristanto, Plh. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemdikbudristek, beliau menyatakan bahwa media sosial tentu sangat banyak manfaatnya. Namun jika tidak bijak digunakan maka media sosial berpotensi menjadi media perundungan dan kekerasan verbal. Generasi muda diharapkan bijak bermedia sosial artinya mampu memilih dan memilih informasi yang diterima. Media sosial diharapkan dapat digunakan untuk hal yang positif. 

Bapak Anang Ristanto berpesan kepada hadirin untuk melakukan sikap anti kekerasan dalam bentuk apapun karena kekerasan bukan solusi masalah. Para tenaga pendidik dan peserta didik memiliki peran untuk menciptakan lingkungan yang aman dari kekerasan, baik di dunia nyata maupun maya seperti yang sudah diamanahkan dalam Permendikbudristek no.46 tahun 2023. Beliau mengajak hadirin untuk menjadikan media sosial untuk menyebarkan kebaikan, mempererat silaturahim dan digunakan untuk berkontribusi positif untuk diri sendiri dan masyarakat. 


Keynote Speaker: Pak Ferdiansyah, SE, MM (Anggota Komisi X DPR RI)



Sebagai pembicara utama, Pak Ferdiansyah membuka dengan pemaparan beberapa hasil survei dan fakta mengenai penggunaan media sosial di Indonesia. Survei Katadata Insight Center tahun 2022 menemukan 73% masyarakat Indonesia paling banyak mencari informasi di media sosial, diikuti televisi 60,7%. Ada sebanyak 191 juta pengguna aktif media sosial, atau sekitar 70% dari populasi Indonesia. Dalam laporan Digital Civility Index (CVI) pada tahun 2020 netizen Indonesia menempati urutan terbawah dalam skor kesopanan se-Asia Tenggara. Bahkan menurut Microsoft, 50% netizen Indonesia terlibat cyberbullying. Adapun kasus kekerasan di sekolah sejak 2011 hingga 202 yang dilaporkan ke KPAI sebanyak 1060 korban, 818 pelaku. Proporsi laporan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diterima Komnas Perempuan (2015-2021) paling banyak di kampus, sebanyak 35 persen. 

Dengan banyaknya fakta kekerasan yang terjadi di media sosial, beliau memberikan tips bijak bermedia sosial.  Pertama, menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi. Kedua, selektif dalam menyebarkan informasi. Ketiga, tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik. Keempat, tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik. Kelima, bijak dalam mengatur waktu online. Keenam, jangan lupakan adanya hak cipta. Yang terakhir, berhati-hati menyebarkan data pribadi. 

Pak Ferdiansyah menyampaikan amanah Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 pasal 2 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, bahwa upaya pencegahan dan penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilaksanakan dengan prinsip: nondiskriminasi, mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, mendorong partisipasi anak, mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, mengutamakan akuntabilitas, kehati-hatian demi keberlanjutan pendidikan.

Sesi Bu Ainun Chomsun (Pegiat Media Sosial)

Dalam presentasinya, Bu Ainun mengingatkan bahwa media sosial dapat menjadi kawan, bisa juga menjadi lawan. Ia adalah alat yang bersifat netral, tergantung bagaimana penggunanya. Yang perlu dibekali dengan keterampilan adalah penggunanya. Jika penggunanya bijak, maka akan mendapat manfaat darinya. Media sosial dapat menjadi kawan baik jika kita menggunakannya sebagai sarana mengakses dan menyebarkan informasi, berinteraksi lintas generasi untuk memperluas jejaring, mengasah kreativitas untuk mengekspresikan diri, dan membuka peluang usaha dan karir. Media sosial dapat merugikan jika kita kecanduan media sosial, media penyebaran hoax, mengurangi interaksi sosial bahkan menjadi malas bergerak. 

Bu Ainun yang juga Tim Komunikasi dan Media Kemdikbudristek ini memberikan 6 tips menghindari kecanduan dan gangguan mental akibat media sosia, antara lain: Buat komitmen dengan diri sendiri, perbanyak aktivitas di dunia nyata, pelajari hal baru dan buat target, sadari kelebihan dan keterbatasan diri, evaluasi informasi yang didapat dan bila perlu mulai kebiasaan journaling untuk mengelola diri. 

Sesi Pak Dede Suryaman (Analis kebijakan ahli madya Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemdikbudristek)



Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) merupakan tanggung jawab semua pihak, baik satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat (Kemendikbudristek) untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Kemdikbudristek menunjukkan keseriusan untuk PPKS dengan payung hukum berupa Permendikbudristek no.46 tahun 2023. Dukungan implementasi kebijakan tersebut antara lain dalam bentuk MoU Kementerian dan Komnas Perempuan, Laman/LMS Ks Pembelajaran Melalui SPADA Indonesia (Dikti), penyusunan Juknis PPKS, Panduan, Modul, konten edukasi/video dan poster edukasi PPKS. Kemdikbud juga membuat Surat Edaran Dirjen Vokasi dan Dirjen Dikti Kegiatan Sosialisasi Kementerian, LLDikti, Perguruan Tinggi. Ada pula peningkatan kapasitas Satgas, PTN (100%) dan PTS (56,4%) dan percepatan pembentukan Satgas kekerasan seksual di PTS.

    Salah satu mandat Permendikbud PPKS adalah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk membentuk satgas yang memiliki tugas dan fungsi PPKS di tingkat perguruan tinggi yang berarti berada langsung di bawah pemimpin perguruan tinggi. Saat ini seluruh PTN telah membentuk Satgas PPKS dengan jumlah mencapai 1.321 orang. Sedangkan, untuk PTS jumlahnya yaitu sebanyak 1.273 orang satgas dari 147 PTS (per September 2023). Satgas PPKS dibekali dengan modul PPKS dan Buku Pedoman Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai acuan dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Di samping itu, Satgas PPKS juga akan terus mendapatkan penguatan kapasitas anggotanya guna memastikan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dengan adanya kerja sama antar komponen masyarakat, semoga kekerasan dapat terus dicegah dan ditangani dengan benar.