Sunday, August 25, 2024

Bersama Berbenah Sebelum Keanekaragaman Hayati Benar-benar Punah

            "Apakah kita menganggap alam hanya sebagai gudang yang bisa dirampok demi keuntungan langsung manusia?” pertanyaan menohok ini pernah disampaikan seorang ekonom Amerika sekaligus aktivis perdamaian dunia, Kenneth E. Boulding pada 1958. Pertanyaan ini masih relevan hingga saat ini bagi manusia. Apakah manusia masih bertanggung jawab untuk memelihara keseimbangan yang baik di alam, untuk melestarikan keanekaragaman hayati, atau bahkan untuk kelangsungan rasnya sendiri untuk jangka waktu selama mungkin? 

Keanekaragaman hayati di planet bumi terdiri dari sekitar 8,7 juta spesies dari plankton laut hingga mamalia darat dan laut. Itu semua telah terbentuk selama miliaran tahun dan saling menjadi sistem penunjang kehidupan spesies lainnya dengan keunikannya masing-masing. Keanekaragaman hayati adalah sistem pendukung kehidupan planet kita, termasuk manusia di dalamnya. Kita bergantung padanya untuk bertahan hidup dengan makanan, energi, obat-obatan, air bersih, pengendalian hama, dan banyak hal lainnya. Lebih jauh lagi, manusia bahkan memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk keperluan spiritual, ekonomi, hingga industri seperti pariwisata, pertanian, dan farmasi. Keberadaannya bahkan turut serta mempengaruhi identitas budaya. 

Pada kenyataannya, keanekaragaman hayati saat ini sangat memprihatinkan, bahkan terancam punah karena aktivitas manusia dan perubahan iklim. Laporan dari Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) menunjukkan penurunan alam secara global dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia. Spesies punah 1.000 hingga 10.000 kali lebih cepat dari biasanya. WWF bahkan melaporkan populasi satwa liar global menurun rata-rata 69% sejak 1970 dengan lebih dari 150.300 spesies terdaftar di Daftar Merah IUCN, dan 42.100 di antaranya terancam punah.

Perubahan lingkungan mengancam keberlangsungan banyak spesies, salah satunya akibat perubahan iklim. Laporan IPBES mencatat bahwa emisi gas rumah kaca telah meningkat dua kali lipat sejak 1980. Hal ini menyebabkan suhu global naik setidaknya 0,7 derajat Celsius. Dengan demikian dampak perubahan iklim akan terus meningkat. 

Tak hanya akibat perubahan iklim, kerusakan lingkungan menunjukkan dampak besar dari aktivitas manusia. Aktivitas ekonomi mendorong manusia untuk merusak lingkungan, misalnya penebangan hutan untuk membuka lahan industri atau pemukiman. Tentu saja hal ini berdampak buruk bagi kerusakan habitat banyak spesies yang turut mengganggu proses ekosistem. Penangkapan ikan berlebihan dan eksploitasi laut diperburuk dengan adanya pencemaran oleh limbah plastik juga turut mengancam ekosistem laut. Penggunaan bahan bakar fosil mencemari dan merusak habitat keragaman hayati di lautan pula. 

Bak lingkaran setan, di sisi lain ancaman kepunahan keanekaragaman hayati juga dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia di seluruh dunia. Kesehatan ekosistem yang semakin memburuk dapat berdampak bagi kegiatan perekonomian, mata pencaharian, keamanan pangan dan kesehatan. Bayangkan saja, jika semakin banyak ikan di lautan yang tercemar limbah akibat ulah manusia sendiri, lalu ikan tersebut terhidang di atas meja, manusia sendiri yang terkena dampaknya, bukan? 

Belum terlambat untuk berbenah sebelum keanekaragaman hayati benar-benar punah. Untuk memelihara lingkungan sangat diperlukan manajemen terintegrasi dan partisipasi seluruh komponen masyarakat. Perubahan transformatif yang melibatkan ekonomi, sosial, politik, dan teknologi penting untuk mencapai tujuan tersebut. Kerja sama internasional mutlak diperlukan dalam upaya pelestarian lingkungan, dengan menerapkan perjanjian global untuk mengatasi polusi, seperti Perjanjian Plastik Global. Perlindungan keanekaragaman hayati dengan kerja sama internasional melalui Konvensi Keanekaragaman Hayati tentu juga bermanfaat. Upaya memperbaiki keadaan seperti yang telah disebutkan tadi perlu kita mulai sekarang melalui perubahan transformatif di semua tingkat, dari lokal hingga global. 

Di Indonesia, pemerintah telah mengelola perlindungan spesies langka berupa cagar alam dan suaka margasatwa. Misalnya suaka margasatwa Sikindur/Langkat di Sumatera Utara yang melindungi gajah, orangutan dan macan. Masyarakat adat dan komunitas pun turut berperan dengan mengelola Area Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM). Ekosistem penting di daratan dan/atau di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keanekaragaman hayati, jasa ekologis dan nilai-nilai budaya yang dilindungi masyarakat hukum adat atau masyarakat lokal dan dikelola berdasarkan suatu sistem kebiasaan, kesepakatan, hukum adat dan/atau kearifan lokal yang berlaku di masyarakat. Contoh AKKM di Indonesia yaitu AKKM Danau Bagantung di Kalimantan Tengah yang menjadi sumber penghidupan dan mata pencaharian, koridor satwa dan gambut. Ada pula AKKM Tana’ Ulen di Kalimantan Utara, Borong Karamaka di Sulawesi Selatan, Lubuk Larangan di Riau, Leuweung Titipan di Banten, Alas Mertajati dan Danau Tamblingan, Kampung Segha di Papua dan Sasi di Maluku.

Tak hanya upaya konservasi alam, pemerintah juga melakukan pengawalan ketat terhadap pelaku ekonomi dalam mendukung praktik ramah lingkungan. Pemerintah Indonesia sedang menerapkan prinsip Circular Economy (ekonomi sirkular) di berbagai aspek untuk menggantikan prinsip Linear Economy. Prinsip ekonomi sirkular adalah sistem ekonomi yang bertujuan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan daya saing industri dan berkontribusi pada Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan SDGs nomor 12 mengenai Konsumsi Dan Produksi Yang Bertanggung Jawab. 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI bahkan telah mengintegrasikan pembelajaran lingkungan hidup ke dalam Kurikulum Merdeka. Upaya ini menjadi salah satu cara meningkatkan kapasitas warga satuan pendidikan dan menggerakkan berbagai pemangku kepentingan untuk menindaklanjuti isu perubahan iklim. Dalam kurikulum intrakurikuler isu lingkungan hidup telah dimasukkan ke dalam Capaian Pembelajaran di mata pelajaran yang relevan seperti IPA, Biologi, Geografi, dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan untuk kokurikuler, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang penyampaiannya dikemas dalam tema-tema, salah satunya mengangkat tema “Gaya Hidup Berkelanjutan”. 



Ilustrasi foto: Kegiatan Expo P5 dengan tema “Gaya Hidup Berkelanjutan”di SDIT Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bandung


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga telah mencanangkan Target Indonesia Bersih Sampah 2025 melalui pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah sebesar 70% pada tahun 2025. Program ini sesuai amanah Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (JAKSTRANAS). Permasalahan sampah dapat turut mengancam kerusakan lingkungan dengan gas metana yang dihasilkan sehingga harus diselesaikan dari sumbernya yaitu di tingkat rumah tangga. Tiap anggota keluarga dapat melakukan 3 R dalam pengelolaan sampah: reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (daur ulang). Sampah yang terpilah akan lebih mudah dikelola, sehingga akan ramah lingkungan dan berpotensi memiliki nilai ekonomi.

 Selain bertanggung jawab dalam mengelola sampahnya, tiap keluarga sebagai satuan terkecil dalam masyarakat juga bisa berupaya dengan mengendalikan pola konsumsi sehari-hari. Dengan mengonsumsi bahan pangan berbasis lokal, jejak karbon dapat dikurangi. Selain itu, peningkatan permintaan untuk pangan organik dari konsumen tentunya meningkatkan kesadaran produsen untuk tidak menggunakan pestisida yang merusak ekosistem.             Keluarga kami pun masih terus belajar dalam pengelolaan sampah. Selain berusaha membawa botol minum setiap bepergian untuk mengurangi sampah, kami juga menyetorkan sampah-sampah anorganik yang telah terpilah sesuai kategorinya ke bank sampah induk kota Bandung. Sedangkan sampah organik sisa pengolahan di dapur kami masukkan ke compost bag yang hasil penguraiannya kami kembalikan lagi ke tanah sebagai pupuk kompos. Semoga dengan upaya yang dilakukan di setiap keluarga dapat berdampak besar bagi kelangsungan hidup banyak spesies di planet bumi.


Tuesday, August 13, 2024

“Jarimu Harimaumu”: Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan Di Satuan Pendidikan

Anda tentu pernah mendengar peribahasa “mulutmu harimaum” yang bermakna bahwa perkataan dapat menyakiti orang lain. Saat ini dengan derasnya informasi, bahkan media sosial bisa diakses siapa saja, tak hanya mulut yang dapat menerkam seperti harimau, tapi juga jemari kita sebagai pengguna media sosial.

Tak seperti konten televisi yang sudah lebih terseleksi, konten informasi yang tersebar di dunia maya umumnya sangat bebas, terbuka, dan tanpa sensor. Artinya, dengan berbekal pulsa dan gawai, remaja sesungguhnya memiliki akses untuk melihat informasi apa pun, dari pornografi siber, tindak kekerasan, hingga pengaruh radikalisme.

Untuk mencegah dan memutus rantai kekerasan khususnya di satuan pendidikan serta mengoptimalkan pemanfaatan media sosial sebagai platform untuk memperkuat gerakan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek bersama Bapak Ferdiansyah, SE, MM, anggota Komisi X DPR RI, mengadakan kegiatan lokakarya dengan tema “Generasi Muda Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan di Satuan Pendidikan”. Acara yang berlangsung pada Minggu, 11 Agustus 2024 ini menghadirkan rektor Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya dan beberapa narasumber yang kompeten di bidangnya, antara lain Bapak Ferdiansyah (anggota komisi X DPR RI) dan beberapa pejabat dari Kemdikbudristek seperti Bapak Anang Ristanto, Ibu Ainun Chomsun dan Bapak Dede Suryaman. 

Lokakarya Kemendikbudristek dengan tema “Generasi Muda Bijak Bermedia Sosial Hapuskan Kekerasan di Satuan Pendidikan” bertujuan untuk mengajak peserta didik dan tenaga pendidik untuk bersinergi menjadi motor penggerak penolakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan masing-masing dan menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap bahaya penggunaan media sosial yang tidak bertanggung jawab. Acara ini dihadiri mahasiswa-mahasiswi dari berbagai perguruan tinggi dan siswa-siswi perwakilan SMA/SMK di Tasikmalaya, serta para rektor dan guru Bimbingan Konseling.

Dalam sambutan yang disampaikan oleh Pak Anang Ristanto, Plh. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemdikbudristek, beliau menyatakan bahwa media sosial tentu sangat banyak manfaatnya. Namun jika tidak bijak digunakan maka media sosial berpotensi menjadi media perundungan dan kekerasan verbal. Generasi muda diharapkan bijak bermedia sosial artinya mampu memilih dan memilih informasi yang diterima. Media sosial diharapkan dapat digunakan untuk hal yang positif. 

Bapak Anang Ristanto berpesan kepada hadirin untuk melakukan sikap anti kekerasan dalam bentuk apapun karena kekerasan bukan solusi masalah. Para tenaga pendidik dan peserta didik memiliki peran untuk menciptakan lingkungan yang aman dari kekerasan, baik di dunia nyata maupun maya seperti yang sudah diamanahkan dalam Permendikbudristek no.46 tahun 2023. Beliau mengajak hadirin untuk menjadikan media sosial untuk menyebarkan kebaikan, mempererat silaturahim dan digunakan untuk berkontribusi positif untuk diri sendiri dan masyarakat. 


Keynote Speaker: Pak Ferdiansyah, SE, MM (Anggota Komisi X DPR RI)



Sebagai pembicara utama, Pak Ferdiansyah membuka dengan pemaparan beberapa hasil survei dan fakta mengenai penggunaan media sosial di Indonesia. Survei Katadata Insight Center tahun 2022 menemukan 73% masyarakat Indonesia paling banyak mencari informasi di media sosial, diikuti televisi 60,7%. Ada sebanyak 191 juta pengguna aktif media sosial, atau sekitar 70% dari populasi Indonesia. Dalam laporan Digital Civility Index (CVI) pada tahun 2020 netizen Indonesia menempati urutan terbawah dalam skor kesopanan se-Asia Tenggara. Bahkan menurut Microsoft, 50% netizen Indonesia terlibat cyberbullying. Adapun kasus kekerasan di sekolah sejak 2011 hingga 202 yang dilaporkan ke KPAI sebanyak 1060 korban, 818 pelaku. Proporsi laporan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diterima Komnas Perempuan (2015-2021) paling banyak di kampus, sebanyak 35 persen. 

Dengan banyaknya fakta kekerasan yang terjadi di media sosial, beliau memberikan tips bijak bermedia sosial.  Pertama, menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi. Kedua, selektif dalam menyebarkan informasi. Ketiga, tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik. Keempat, tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik. Kelima, bijak dalam mengatur waktu online. Keenam, jangan lupakan adanya hak cipta. Yang terakhir, berhati-hati menyebarkan data pribadi. 

Pak Ferdiansyah menyampaikan amanah Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 pasal 2 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, bahwa upaya pencegahan dan penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilaksanakan dengan prinsip: nondiskriminasi, mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, mendorong partisipasi anak, mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, mengutamakan akuntabilitas, kehati-hatian demi keberlanjutan pendidikan.

Sesi Bu Ainun Chomsun (Pegiat Media Sosial)

Dalam presentasinya, Bu Ainun mengingatkan bahwa media sosial dapat menjadi kawan, bisa juga menjadi lawan. Ia adalah alat yang bersifat netral, tergantung bagaimana penggunanya. Yang perlu dibekali dengan keterampilan adalah penggunanya. Jika penggunanya bijak, maka akan mendapat manfaat darinya. Media sosial dapat menjadi kawan baik jika kita menggunakannya sebagai sarana mengakses dan menyebarkan informasi, berinteraksi lintas generasi untuk memperluas jejaring, mengasah kreativitas untuk mengekspresikan diri, dan membuka peluang usaha dan karir. Media sosial dapat merugikan jika kita kecanduan media sosial, media penyebaran hoax, mengurangi interaksi sosial bahkan menjadi malas bergerak. 

Bu Ainun yang juga Tim Komunikasi dan Media Kemdikbudristek ini memberikan 6 tips menghindari kecanduan dan gangguan mental akibat media sosia, antara lain: Buat komitmen dengan diri sendiri, perbanyak aktivitas di dunia nyata, pelajari hal baru dan buat target, sadari kelebihan dan keterbatasan diri, evaluasi informasi yang didapat dan bila perlu mulai kebiasaan journaling untuk mengelola diri. 

Sesi Pak Dede Suryaman (Analis kebijakan ahli madya Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemdikbudristek)



Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) merupakan tanggung jawab semua pihak, baik satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat (Kemendikbudristek) untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Kemdikbudristek menunjukkan keseriusan untuk PPKS dengan payung hukum berupa Permendikbudristek no.46 tahun 2023. Dukungan implementasi kebijakan tersebut antara lain dalam bentuk MoU Kementerian dan Komnas Perempuan, Laman/LMS Ks Pembelajaran Melalui SPADA Indonesia (Dikti), penyusunan Juknis PPKS, Panduan, Modul, konten edukasi/video dan poster edukasi PPKS. Kemdikbud juga membuat Surat Edaran Dirjen Vokasi dan Dirjen Dikti Kegiatan Sosialisasi Kementerian, LLDikti, Perguruan Tinggi. Ada pula peningkatan kapasitas Satgas, PTN (100%) dan PTS (56,4%) dan percepatan pembentukan Satgas kekerasan seksual di PTS.

    Salah satu mandat Permendikbud PPKS adalah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk membentuk satgas yang memiliki tugas dan fungsi PPKS di tingkat perguruan tinggi yang berarti berada langsung di bawah pemimpin perguruan tinggi. Saat ini seluruh PTN telah membentuk Satgas PPKS dengan jumlah mencapai 1.321 orang. Sedangkan, untuk PTS jumlahnya yaitu sebanyak 1.273 orang satgas dari 147 PTS (per September 2023). Satgas PPKS dibekali dengan modul PPKS dan Buku Pedoman Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebagai acuan dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Di samping itu, Satgas PPKS juga akan terus mendapatkan penguatan kapasitas anggotanya guna memastikan pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dengan adanya kerja sama antar komponen masyarakat, semoga kekerasan dapat terus dicegah dan ditangani dengan benar.



Saturday, August 10, 2024

Merawat Kelestarian Budaya melalui Indonesia Bertutur 2024

Budaya adalah identitas bangsa dan kekayaan yang sangat berharga. Budaya Indonesia yang merupakan warisan nenek moyang tidak dapat digantikan dengan apa pun. Oleh karena itu perlu dijaga kelestariannya dan diperkenalkan kepada masyarakat luas. Kemendikbudristek berfokus pada upaya merawat, melestarikan, dan menyebarluaskan warisan budaya Indonesia, serta memupuk rasa bangga terhadap kebudayaan Indonesia. Penting untuk memastikan bahwa budaya Indonesia tidak terlupakan oleh masyarakatnya sendiri.

Semangat menjaga kebudayaan Indonesia ini menjadi landasan bagi Kemendikbudristek dalam menyelenggarakan berbagai acara kebudayaan untuk publik. Salah satunya adalah Mega Festival “Indonesia Bertutur 2024” (Intur 2024) yang akan berlangsung di Bali pada Agustus mendatang. Indonesia Bertutur adalah gelaran yang diinisiasi oleh Direktorat Perfilman, Musik, dan Media dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebagai sarana untuk menjelajahi cagar budaya dan warisan budaya tak benda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan dan gagasan yang relevan dengan kehidupan hari ini. 

Festival ini mengusung tema "Subak: Harmoni dengan Pencipta, Alam, dan Sesama," yang menekankan pentingnya perpaduan keragaman hayati, keseimbangan alam, dan keberlanjutan budaya. Intur 2024 bertujuan untuk menghidupkan kembali kearifan leluhur dalam kehidupan masa kini. Acara ini juga diharapkan dapat memberikan panduan dalam menghadapi tantangan masa depan. Festival ini tidak hanya sekadar pertunjukan seni, tetapi juga mengedepankan budaya berkelanjutan yang inspiratif. Dengan demikian budaya berkelanjutan dapat menjadi bagian dari pengetahuan tradisional yang dapat bertransformasi ke dalam seni kontemporer.

Kemendikbudristek sangat mempedulikan masa depan lingkungan, yang tercermin dalam prinsip-prinsip yang diterapkan pada pelaksanaan Intur 2024. Keberlanjutan hayati menjadi kunci untuk memastikan nilai-nilai kebudayaan tetap lestari dan diberdayakan dengan baik oleh masyarakat. Kombinasi antara kelestarian hayati dan kebudayaan adalah inti dari kekuatan dan kekayaan Indonesia, yang akan memastikan masa depan bangsa yang cerah dan berdaya saing.

Indonesia Bertutur 2024 diselenggarakan di Batubulan, Ubud, dan Nusa Dua, Bali. Festival ini akan menyajikan 120 karya seni pertunjukan, seni rupa, film, hingga seni media. Acara yang melibatkan 900 pelaku seni budaya ini akan berlangsung selama 12 hari, dari tanggal 7 hingga 18 Agustus 2024. Seniman yang terlibat mulai dari yang terkenal dari Bali seperti I Wayan Sudjana Suklu dan I Gede Sukarya, sineas muda Dian Sastrowardoyo, hingga pelaku seni pertunjukan dari Hongkong, Cheuk Cheung. 

Seluruh rangkaian kegiatan Intur 2024 terdiri dari 9 program, yaitu Maha Wasundari (seremoni dan pertunjukan pembukaan), Visaraloka, Kathanaya, Layarambha, Ekayana, Samaya Sastra, Anarta, Kiranamaya, dan Virama. Dalam 9 program tersebut terdapat beberapa sub acar dengan berbagai penampil. Beberapa acara seperti dalam Kathanaya akan menampilkan para tokoh adat dari berbagai tradisi di seluruh Indonesia. Sebagian acara lainnya menyuguhkan karya-karya seni yang di dalamnya memanfaatan teknologi terbaru, misalnya dalam program Visaraloka. Ada pula program Layaramba yang memutar film tari yang sudah dikurasi dari seluruh dunia. Tak hanya seni pertunjukan, kebudayaan sastra pun dapat dinikmati pengunjung di Intur 2024. 

Acara ini diharapkan dapat menjadi sumber edukasi, pengalaman, dan inspirasi bagi masyarakat, khususnya generasi muda, agar tergerak untuk ikut melestarikan warisan seni dan budaya di seluruh Nusantara. Oleh karena itu Indonesia Bertutur 2024 terbuka bagi masyarakat umum tanpa memungut biaya. Masyarakat dapat mendaftar melalui laman berikut: https://indonesiabertutur.kemdikbud.go.id/register 

Sumber: https://indonesiabertutur.kemdikbud.go.id




Friday, July 12, 2024

Transformasi Diri Setelah Menjadi Fasilitator Ibu Penggerak

Tak pernah saya sangka akan menjadi ibu yang aktif kembali ke masyarakat setelah melahirkan 4 anak. Tadinya saya ibu rumah tangga biasa yang hanya sibuk mengurus keluarga. Urusan sekolah pun sebatas menjadi pengantar dan penjemput anak-anak dan menemani mereka belajar. Dulu saya adalah ibu yang memastikan tugas sekolah mereka selesai dan mereka paham apa yang dipelajari. 

Hingga suatu hari di bulan September 2022 saya mengenal Sidina Community, mengikuti Pelatihan Ibu Penggerak Batch IX. Dari situ pola pikir saya terhadap pendidikan anak-anak mulai berubah. Seperti pendidikan Indonesia yang bertransformasi melalui Kurikulum Merdeka, pemikiran saya pun mulai bertransformasi. Pendidikan seharusnya seperti filosofi Ki Hadjar Dewantara: berpusat pada anak. Orang tua, seperti guru, menjadi fasilitator bagi proses belajar anak-anak, bukan mendikte mereka. 

Profil Pelajar Pancasila yang menjadi karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, juga kami coba kuatkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, saat anak menumpahkan minuman, saya tidak langsung memberi instruksi, namun bertanya pada si anak, “Menurutmu, apa yang perlu dilakukan?” Tindakan seperti ini diharapkan dapat melatih anak-anak untuk bernalar kritis, seperti salah satu dimensi Profil Pelajar Pancasila. 

November 2022, setelah lulus seleksi, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti Training of Trainer (ToT) Fasilitator Ibu Penggerak Sidina Community. Inilah gerbang pembuka bagi saya untuk naik kelas. Dengan sukarela menjadi Fasilitator Ibu Penggerak, saya turut andil dalam gerakan Merdeka Belajar. Fasilitator Ibu Penggerak mendapat amanah untuk melakukan sosialisasi Kurikulum Merdeka dan program-program Kemdikbud RI dengan sudut pandang sebagai orang tua. Misalnya, sosialisasi di sekolah anak-anak saya dan di sekolah-sekolah sekitar tempat tinggal mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.





Menjadi Fasilitator Ibu Penggerak artinya saya juga semakin peduli pada kegiatan di sekolah anak-anak, misalnya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Di TK si bungsu, saya bahkan menjadi guru tamu dalam kegiatan memasak gethuk untuk mengenalkan kuliner daerah lain. Dengan membuat gethuk, anak-anak juga melatih motorik halus, belajar takaran dan kemampuan fondasi lainnya yang diperlukan dalam masa transisi PAUD ke SD. 

Karena bersifat sukarela, sosialisasi yang saya lakukan sebagai Fasilitator Ibu Penggerak bukan menjalankan perintah atasan. Inisiatif saya diperlukan, termasuk dengan memperkenalkan diri kepada sekolah-sekolah dan menawarkan materi apa yang bisa saya sosialisasikan. Ada beberapa kepala sekolah yang menolak dengan dalih padatnya kegiatan, namun ada juga juga yang menyambut baik. Sekolah yang membuka pintu bagi saya biasanya juga melihat adanya keselarasan dengan program yang sekolah adakan. 

Untuk membantu memperkenalkan diri kepada masyarakat mengenai peran saya sebagai Fasilitator Ibu Penggerak, saya pun mengunggah dokumentasi kegiatan sosialisasi ke media sosial khususnya instagram. Saya juga membuat konten-konten berupa carousel dan reels untuk menjelaskan Kurikulum Merdeka. Dengan demikian, saya berharap teman-teman juga dapat mengetahui bahwa Kurikulum Merdeka mengajak para orang tua untuk berpartisipasi lebih aktif dalam pendidikan Indonesia.  

Bergabung di Sidina Community sebagai Fasilitator Ibu Penggerak memperluas jejaring saya khususnya di kalangan sesama ibu. Bukan sembarang ibu, namun ibu-ibu pembelajar sepanjang hayat dan saling menginspirasi. Apalagi di Sidina Community banyak sekali webinar yang dapat diikuti dengan beraneka tema, tak hanya di bidang pendidikan. Ibarat bergaul dengan penjual parfum yang tertular wangi, saya pun tertular budaya senang belajar.  


Kiat Menulis Feature

            Pada pelatihan “Peningkatan Kapasitas Penulisan” awal Juli lalu, peserta dibekali ilmu “Menulis Feature”. Kami belajar bersama ibu Budiana Indrastuti, Kepala UKK UI Publishing yang tak perlu diragukan jam terbangnya dalam kepenulisan. Beliau mengawali sesi dengan bercerita pengalaman beliau di bidang tulis-menulis, khususnya non fiksi. Dari cerita-cerita tersebut, beliau menggiring pada 1 pertanyaan penting yang perlu kita jawab terlebih dahulu sebelum kita mulai menulis, yaitu: Menulis untuk Apa? 

            Ada banyak kemungkinan alasan mengapa kita perlu menulis. Bagi wartawan misalnya, menulis memang tuntutan pekerjaan. Namun bagi orang tua seperti saya, menulis bisa jadi dalam rangka dokumentasi tumbuh kembang anak, berbagi pengalaman sebagai orang tua yang barangkali bisa menjadi kenangan bagi sang anak dan beragam alasan lainnya. Setelah menemukan alasan terbesar, biasanya penulis akan terus memiliki ‘bahan bakar’ untuk mencapai tujuan yang lebih jelas. 



Menulis adalah bagian dari proses komunikasi, sehingga interaksi dengan pembaca sangat penting. Untuk menarik pembaca, apalagi ketika harus bersaing dengan ribuan tulisan lain, penting untuk fokus pada cara kita mengkomunikasikan ide kita dengan jelas dan menarik. Seperti yang disampaikan bu Budiana, tantangan penulis adalah menghasilkan tulisan yang dapat memikat satu dari seribu pembaca potensial. Kita perlu berlatih komunikasi yang lebih lengkap dan tepat, termasuk ketika menulis apapun, tanpa singkatan yang membingungkan. Hal ini penting untuk memastikan pesan kita tersampaikan dengan baik.

Feature adalah karangan khas yang merupakan perpaduan opini sang penulis disertai fakta pendukung. Judul tulisan memainkan peran penting dalam menarik perhatian pembaca. Perannya sangat besar untuk memikat orang sebelum mereka membaca isi tulisan. Hal ini mengingatkan kita bahwa menulis bukan hanya tentang isi, tetapi juga bagaimana kita mengemasnya untuk menarik perhatian. Judul sebagai hook yang mampu menangkap calon pembaca: tidak panjang, relevan dengan pembaca, menarik, tidak dibuat-buat dan tentu saja konsisten dengan tujuan tulisan. 

Saat menulis, kita harus tetap fokus pada pokok pembahasan tanpa bertele-tele. Pesan kita harus jelas dan langsung, mengikuti prinsip 5 W + 1 H untuk memastikan semua aspek yang relevan tercakup. Hal ini akan membantu kita mempertahankan minat pembaca dari awal hingga akhir, sehingga mereka tidak berpaling ke bacaan lain. Yang dimaksud 5 W + 1 H yaitu: What (apa), When (kapan), Where (di mana), Who (siapa), Why (mengapa) dan How (bagaimana). Keenam komponen ini tidak harus disajikan urut dalam sebuah tulisan tapi semuanya harus ada. 

Lalu bagaimana mulai menulis dengan mudah? Bu Budiana memberi trik penting, yaitu Copy The Master. Tidak jauh berbeda dengan teknik ATM: Amati, Tiru, Modifikasi. Caranya, kita bisa pilih salah satu artikel dari penulis yang kita anggap baik reputasinya. Dari tulisan tersebut kita adaptasi urutan penyampaian 5 W + 1 H. Bukan sekadar menyalin tulisan dan memodifikasi, namun benar-benar menulis dengan ide kita sendiri. Misal paragraf pertama artikel yang ditiru menulis what, peristiwa A yang sedang dibicarakan, kita juga menulis kejadian B yang benar-benar berbeda. Paragraf kedua membicarakan how, bagaimana peristiwa A itu terjadi, kita juga menuliskan kronologi kejadian B dengan gaya penulisan kita sendiri. 

Sejujurnya, untuk teknik 5 W + 1 H bukan pengetahuan baru bagi saya. Yang benar-benar menginspirasi, khususnya bagi saya yang baru kembali ke dunia kepenulisan lagi, adalah insight mengenai Copy The Master. Referensi belajarnya bisa sangat banyaaaak sekali. Tinggal bagaimana kita sering berlatih supaya semakin luwes dalam mengcopy tentu dengan ide dan gaya penulisan kita sendiri. Tertarik untuk mencoba juga?

x

Pelatihan Peningkatan Kapasitas Penulisan 3-5 Juli 2024

      

             Awalnya sempat ragu saat mendaftar seleksi karena bertahun-tahun blog saya hibernasi. Pengalaman penulisan saya pun didominasi genre fiksi. Untungnya waktu itu saya nekat mendaftar dengan melampirkan pengalaman saya yang masih sangat sedikit. Alhamdulilllaah lagi-lagi saya mendapat kesempatan belajar lagi melalui Sidina Community. Kali ini saya terpilih mewakili Sidina Community dalam Pelatihan Peningkatan Kapasitas Penulisan yang diselenggarakan Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemdikbud RI pada 3-5 Juli 2024. Pelatihan yang digelar di Hotel Santika Slipi, Jakarta, tak hanya mempertemukan saya dengan perwakilan pengurus dan fasilitator Sidina Community yang terpilih lainnya, tetapi juga para delegasi komunitas pendukung Merdeka Belajar lainnya, yaitu Kami Pengajar, Pemuda Pelajar Merdeka, Guru Konten Kreator, Ibu Pembelajar Indonesia, Moma Kece Community, Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN). 




         Pelatihan ini mengingatkan saya kembali pentingnya kemampuan menulis, khususnya bagi kemajuan pendidikan Indonesia. Seperti yang disampaikan Bapak Anang Ristanto, Plh. Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kemendikbudristek saat membuka pelatihan ini, bahwa menulis dapat mengembangkan pemikiran kritis dan kreatif. Dalam konteks pendidikan, menulis memiliki peran yang strategis karena menulis menginspirasi dan mengedukasi. Beliau berpesan, komunitas pembelajar seperti kami memiliki tanggung jawab untuk terus belajar dan berinovasi. 

Setelah mengikuti pelatihan ini, komunitas mitra Kemdikbud RI seperti kami diharapkan nantinya dapat mensosialisasikan program-program Merdeka Belajar lebih masif lagi. Pertemuan seperti ini semoga juga menghasilkan kolaborasi antar komunitas komunitas, jejaring dan koneksi yang kuat untuk saling mendukung dengan para pembawa kepentingan di bidang pendidikan di seluruh Indonesia.

Selanjutnya acara dibuka oleh Ibu Ainun Chomsun, Tenaga Ahli Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Komunikasi dan Media. Beliau mengingatkan bahwa Merdeka Belajar tetap menjadi gerakan kita bersama bukan hanya sebuah kebijakan dari Kementerian. Kita semua sebagai orang tua, guru dan murid (mahasiswa) sebagai pihak yang terdampak langsung dari Merdeka Belajar diharapkan bisa berkolaborasi bersama. 

Zaman yang selalu maju ke depan, tak pernah mundur ke belakang, menuntut kita untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Sebagai orang tua dan guru, didukung oleh Kemdikbud RI, tugasnya adalah memfasilitasi dan menyiapkan anak-anak Indonesia agar bisa menghadapi masa depan ketika nanti mereka harus mereka bertarung dalam kehidupan. Kita pun harus punya wawasan yang lebih luas sebagai pemangku kepentingan. Dengan adanya Kurikulum Merdeka, tujuan pendidikan adalah pendidikan yang aman dan menyenangkan, pendidikan yang berpusat kepada murid, sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara. 

Pelatihan ini membekali peserta dengan 3 pokok bahasan materi, yaitu:

1. Menulis Feature, oleh Bu Budiana Indrastuti, Kepala UKK UI Publishing

2. Belajar Storytelling: Memahami dasar-dasar cara bercerita dan pemanfaatannya dalam presentasi dan media sosial, oleh Pak Dwi Santoso dari Kumparan

3. Panduan Optimalisasi Website, oleh Mas Radius Aryanto, CEO PT Ruang Henti Digital


            Untuk ulasan selengkapnya untuk tiap sesi, silakan klik tiap nomor di atas ya 😁

Sunday, June 23, 2024

Penerapan Paradigma Kurikulum Merdeka dalam Pendidikan Anak


Saat terima rapor semester lalu, wali kelas Pandu (kelas 2 SD) bercerita bahwa Pandu di kelas beberapa kali berkecil hati karena melihat pencapaian temannya dalam mengerjakan buku kumpulan soal matematika. Padahal sebetulnya Pandu juga melebihi pencapaian teman-temannya yang lain. Oleh karena itu sang guru memberi saran kepada kami, supaya Pandu lebih fokus ke kemampuan dan potensi di bidangnya sendiri, yaitu seni rupa seperti pengamatan beliau.

Saya jadi teringat, sejak bergabung di Sidina Community saya jadi mendalami Kurikulum Merdeka yang mendorong anak-anak Indonesia untuk belajar sesuai minat dan bakatnya juga. Menurut kami pun Pandu juga cukup kuat kemampuan visualnya bahkan bangun ruang 3 dimensi seperti lego. Wali kelas Pandu menyarankan agar Pandu sesekali ikut lomba agar dia bisa merasakan pencapaian di bidang yang ia tekuni karena pilihan sendiri. 


Jadi Mei lalu kami menawarkan Pandu untuk mengikuti lomba robotik beregu dan ternyata dia sangat antusias. Dia dibimbing oleh guru ekstrakurikuler untuk menyiapkan timnya untuk cabang "Merakit Cepat". Bersama rekan satu timnya, Pandu giat berlatih saat kegiatan ekstrakurikuler robotika yang tak pernah ia lewatkan. 

Pada pelaksanaan lomba, meski Pandu tidak mendapat posisi 6 besar tapi dia senang sekali karena berada di urutan ke-7 dari puluhan peserta. Dengan pencapaian tersebut kepercayaan dirinya meningkat karena sudah berprestasi di bidang yang ia pilih dan tekuni sendiri. Meski demikian, ada catatan penting juga bagi Pandu untuk peningkatan dalam berlatih robotika beregu, yaitu kerja sama dan pembagian tugas yang sinergis agar robot bisa lebih cepat disusun. Semoga pengalaman berharga ini bisa menjadi bekal bagi Pandu untuk belajar lagi di kemudian hari.