Sunday, May 11, 2014

Wajah Bermain Sebanyak Anak-anak Ingin



Bermain seharusnya spontan, tetapi waktu bermain harus diciptakan dan sarana bermain kadangkala harus disediakan. Menurut Rubin, Fein and Vandenberg (1983), ciri-ciri aktivitas yang dilakukan anak-anak agar dapat disebut “bermain” adalah:
1. motivasi berasal dari si anak.
2. spontan, bebas dari sanksi eksternal
3. aktivitas yang menjawab pertanyaan "Apa yang bisa saya lakukan dengan obyek atau orang ini?”
4. tidak selalu menggambarkan hal sebenarnya; kadang anak-anak berpura-pura ketika bermain
5. bebas dari aturan di luar diri si anak
6. Anak-anak terlibat secara aktif


Pada akhir video berjudul “Wajah-wajah Bermain”, sebuah pertanyaan penting menyentuh perasaan saya: “Seberapa sering Anda melihat wajah “bermain” anak Anda?” Berikut ini beberapa cuplikan “Wajah-wajah Bermain”, keceriaan yang ingin sesering mungkin kami saksikan:  

-          Saat anak-anak mencoba sesuatu yang baru

      Daripada membelikan mainan, kami lebih suka membelikan pengalaman untuk anak-anak. Dengan sering diajak mencoba hal-hal baru, kami berharap anak-anak bisa open-minded,terbuka terhadap segala kemungkinan yang terjadi. Salah satu pengalaman yang pernah kami coba berikan adalah bermain sepatu roda. Cemas sekaligus excited terpancar di wajahnya.


-     Saat anak-anak mengambil risiko

-          Saat anak-anak mengembangkan motorik kasar mereka dengan aktivitas fisik seperti berlari dan memanjat, risiko yang mereka putuskan untuk ditanggung adalah… JATUH! Kalau sudah jatuh, sebagai seorang ibu tugas saya menyambut dengan pelukan dan usapan lembut di punggung, meyakinkan mereka akan baik-baik saja. Betapa seringnya pun mereka jatuh, tetap saja mereka tidak jera. Daripada melarang dengan terlalu banyak kata “jangan”, saya memilih untuk menasehati agar mereka hati-hati.

-       Bergerak untuk maju

-         Almira yang tadinya hanya bisa memukul-mukul wajan penggorengan di lantai dengan sendok hingga berbunyi nyaring, kini sudah mulai bisa menggunakan alat dapur sebagaimana mestinya, misalnya: memarut keju, mengaduk adonan, membuat bulatan adonan, hingga memotong buah dengan pisau yang tidak terlalu tajam dengan ujung yang tumpul. Ketika Almira berkata “Aku nggak bisa” saya ajari dia untuk mengganti dengan “Aku BELUM bisa.”

-   Menikmati dunianya



      Meski kadang ide permainan datang dari saya, namun saya lebih sering memberi kesempatan pada anak-anak untuk bermain secara spontan menggunakan benda-benda yang SUDAH ADA di rumah, misalnya memanjat lemari baju. Dengan begitu muncul ide-ide yang datang dari sudut pandang mereka sehingga kreatifitas pun tercipta, sekaligus menikmati lingkungan di sekitarnya tanpa harus jauh-jauh mencari apa lagi yang bisa dinikmati. Bahkan meski itu hanya sesederhana merangkak di tanah dan mencabuti rumput.

Demi memuaskan hasrat bermain anak-anak dan banyak menyaksikan wajah bermain pada mereka, saya pun menjadi makin akrab dengan noda, misalnya saat anak-anak berlarian dan jatuh ke tanah. Oleh karena noda menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran hidup mereka, maka Rinso Anti Noda membantu saya untuk mengatasinya. 

Referensi:
Rubin, K.H., Fein, G., & Vandenberg, B. (1983). Play. In E.M. Hetherington (Ed.), Handbook of child psychology: Vol 4. Socialization, personality, and social development. New York: Wiley.

Baca juga artikel yang ini ya:
Kembalikan Dunia Bermain bagi Anak-anak 
Kedua artikel di atas diikutkan dalam #KidsTodayProject yang diselenggarakan www.theurbanmama.com dan @MissResik Rinso Indonesia.

19 comments:

  1. Anak adalah invidu yang bebas dan suka berimajinasi. Sebagai orangtua kita hanya membantu mengembangkan imajinasinya supaya lebih terarah. Biarkan anak mengexplore lingkungan, belajar bukan hanya dari Buku. Alam/dunia adalah tempat bermain sambil belajar yang paling baik. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju banget mbak.kita sebagai ibu berperan menjadi fasilitator

      Delete
  2. Nawri Yulan Yulinda AlbadruMay 12, 2014 at 2:23 AM

    Berani kotor = Belajar :)

    ReplyDelete
  3. Anak adalah invidu yang bebas dan suka berimajinasi. Sebagai orangtua kita hanya membantu mengembangkan imajinasinya supaya lebih terarah. Biarkan anak mengexplore lingkungan, belajar bukan hanya dari Buku. Alam/dunia adalah tempat bermain sambil belajar yang paling baik. :)

    ReplyDelete
  4. Belajar dari semua itu membuat anak belum tahu jadi tahu akhirnya dari paham semua yang anak lakukan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup.anak dan ibu jg sama2 belajar. Si ibusalah satunya belajar sabar :D

      Delete
  5. Iya. Bermain itu penting. Tapi sayangnya, saya tidak punya cukup memori ttg asyiknya bermain di masa kecil. Dahulu, sehari-harinya waktu kecil saya habiskan dengan belajar membaca dan berhitung. Alhasil, beberapa kali saya kebingungan ttg bagaimana saya harus mengajak anak saya bermain. Beneran lo! Ternyata bermain itu tidak mudah. Saya masih harus membekali diri tentang apa itu bermain dan membiarkan diri saya hanyut di aktivitas bermain. Betapa menjadi orang tua itu luar biasa. Mohon doanya ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga tulisan di blog ini memberi inspirasi permainan yang bisa diadakan bersama anak-anak ya :) Sebagai orang tua kita memang menjadi guru sekaligus murid yang harus siap belajar terus. Bahkan termasuk belajar untuk bermain :D

      Delete
  6. sampai sekarang kadang masih belajar untuk tidak bilang 'jangan' ke anak, kadang saya masih ngeri liat anak naik2 padahal mereka happy banget.. bener2 orangtua harus belajar lebih biar anak lebih m=berani mengeksplor lingkungan.. SEMANGAT :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang mahal justru kemauan kita menerima kenyataan yang kurang menyenangkan (bagi kita) seperti kotor, berantakan, rusak dan pecah ya mbak T-T #reminder for myself

      Delete
  7. Ketika anak-anak sudah melangkahkan kaki untuk meluaskan pandangannya dan wilayah jelajahnya, maka risiko itu harus menjadi perhatian bagi pendampingnya.

    Mitigasi risiko seperti kepahaman mengenai cara menangani kepanikan ketika anak-anak "tersesat" di tempat belanja yang luas juga adalah baik untuk dibagi.

    Salam, @MasNovanJogja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ok.insyaAllah kapan2 ku tulis soal mitigasi risiko membawa anak2 ke tempat umum

      Delete
  8. Sampai sekarang masih terus belajar menahan kata 'jangan'. Saya termasuk yang percaya asal tidak berlebihan kata 'jangan' masih punya tempatnya sendiri, tetapi memang menyaring yang berlebihan atau tidak itu agak menantang, ya. Seringnya keceplosan kalau lagi capeek banget, apalagi sekarang lagi hamil muda barengan sama masa terrific two *lah malah curcol*.

    ReplyDelete
    Replies
    1. selamat ya mba Leila atas kehamilannya. moga2 sehat dan kalem selalu. kalo gitu critanya mirip sama kayak saya waktu hamil Bimo dulu, Almira jg lagi masuk fase "terrible two". kalo crita tentang itu ada di GBUS mba :D
      mungkin intonasi juga menentukan seberapa efektif kata "jangan" ya mbak :)

      Delete
  9. ngomong2 ttg kata "jangan" ngutip dr web mana gt (lupa) bs dgnt dgn "belum dibolehkan" atau "belum diijinkan",kalo di rmh, utk kata "nakal" sy gnt dgn "lupa peraturan" pun sy msh ikhtiar trus untuk istiqomah ngejalananinnya..sama2 doakan ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. thanks for sharing mbak. saling mendoakan yaaa

      Delete